Wisata Ke Situs Wadu Pa’a


Dalam buku Legenda Tanah Bima, diceritakan bahwa pada saat Sang Bima hendak meninggalkan Bima, dia didatangi oleh Para Ncuhi (Kepala Suku) untuk dimintai kesediaan menjadi pemimpin tanah Bima. Pada saat itu, Sang Bima sedang memahat tebing di mulut Kota Bima, tepatnya di Kaki Bukit Lembo dusun Sowa Desa Kananta kecamatan Soromandi. Menuju lokasi Wadu Pa’a  memiliki dua alternatif, yakni lewat darat dan laut. Jika berangkat dari Kota Bima  melalui jalur darat menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat akan melalui rute cabang Donggo Kecamatan Bolo hingga Desa Bajo Seromandi dengan jarak  sekitar 10 Kilometer (KM) dan waktu tempuh lebih kurang 20 menit. Setelah itu, untuk sampai ke situs sejarah itu, masih harus menempuh jarak 5 KM. Kondisi jalan terjal, berlubang,  berbatu dan selang-seling landai membuat banyak pengujung yang ingin ke tempat itu, memilih jalur transportasi laut lewat teluk Bima (pelabuhan Bima).


Lihat Wadu Pa'a di peta yang lebih besar


Wadu Pa’a (Batu Pahat)  merupakan tempat pemujaan agama Budha, atau mengandung unsur Budha dan Siwa. Hal itu diperkuat dengan ditemukannnya Relief Ganesha, Mahaguru, Lingga-Yoni, relief Budha (Bumi Sparsa Mudra), termasuk stupa yang menyerupai bentuk  stupa Goa Gajah  bali atau stupa-stupa di Candi Borobudur yang berasal dari abad X. Hal itu didukung dengan terteranya Candrasangkala pada prasasti yang berbunyi Saka Waisaka Purnamasidi atau tahun 631 Caka yang disesuaikan dengan tahun 709 Masehi.
Arca Lingga, Wadu Pa'a
Sejarahwan dan arkeolog menduga bahwa tempat ini merupakan tempat persinggahan para pelaut dan pendatang. Hal itu diperkuat dengan ditemukannya mata air tawar sekitar 100 meter dari Situs Wadu Pa’a yang dalam aliran Hindu disebut Amarta (Mata Air Kehidupan). Roufffer dalam bukunya Hindoejavansch Overblijfselenop Soembawa, Tisjh Vanhetkon. Ned. Aardrijskunding Genootschap, tahun 1938 menceritakan kunjungannya di pulau Sumbawa terutama ke situs Wadu Pa’a bahwa dia masih menemukan dua Lingga di tempat itu dan salah satunya telah dibawa oleh Controller Belanda. 

Di Situs ini juga ditemukan coretan-coretan dengan cat minyak yang menjadi bukti bahwa situs ini memang telah banyak dikunjungi oleh para pendatang terutama dari Negara Eropa. Cat Minyak tertua menunjukkan angka-angka 1773,1745,1749,1751,1736,1784,1788 dan banyak lagi yang lainnya.
Arca Lingga yang Rusak di Wadu Pa'a
Menurut Muslimin Hamzah dalam bukunya Ensiklopedia Bima  halaman 215, Situs ini terdiri dari dua tempat. Di tempat I terdapat relief stupa seperti stupa yang memakai Catra (Payung) bersusun dua dan stupa catra tunggal, relief stupa bercabang tiga, relief Mahaguru, Ganesha, Arca sebatas Dada, selain relief Budha dengan sikap duduk bersila diatas bunga Padma bertangkai, berikut pahatan prasasti. Dibawah Agastya tampak juga pahatan berbentuk Linggo-Yoni. Sementara itu di tempat II yang berjarak 200 meter dari tempat I, terdapat deretan stupa yang memakai paying yang alasnya meyerupai bentuk persegi maupun silinder dan relief berbentuk pilar mendominasi lokasi.
Situs Wadu Pa’a merupakan salah satu bukti sejarah bahwa Bima merupakan sebuah kerajaan Besar yang berpengaruh di masa lalu. Keadaan dan kondisi situs ini cukup memprihatinkan. 

Situs Wadu Pa’a terbagi menjadi dua wilayah yaitu Wadu Pa’a Satu dan Dua dengan wilayah yang terpisah kurang lebih 100 meter. Dari dermaga kecil tempat perahu tertambat kita langsung mendapati situs Wadu Pa’a Dua. Kondisi situs ini sebenarnya tidak begitu buruk dengan adanya pemagaran dan penetapan statusnya sebagai benda cagar budaya. Namun yang patut disayangkan adalah seringkali terdapat kambing yang masuk ke areal situs dan membuang kotoran secara sembarangan dan mengurangi estetika di sekitar situs.


Di situs Wadu Pa’a Dua ini terdapat 5 arca lingga dengan 2 diantaranya (sepertinya) sudah lapuk dimakan zaman, pahatan arca mirip Sang Budha Gautama yang juga sudah memudar. Pahatan tersebut juga tampak kurang terlihat artistik mungkin karena kondisinya yang sangat tua atau mungkin saja karena tidak dipahat oleh ahli pahat namun oleh orang awam biasa. Di tebing itu juga terdapat pahatan arca mirip Ganesha namun kondisnya sudah hampir tidak berbentuk. Kembali lagi usia dan faktor alam yang membuatnya rusak dengan sendirinya. Yang masih nampak cukup jelas adalah pahatan dengan citra mirip meru dan satu pahatan mirip sejenis genta ataupun kendi air. Dilihat dari letak situs yang berada di walayah utara timur yang menurut kosmologi Hindu cocok menjadi tempat penyembahan serta bentuk-bentuk relief yang menggambarkan dewa-dewi serta Sang Budha, dapat ditarik kesimpulan kasar jika tempat ini dulunya diperuntukkan sebagai tempat melakukan penyembahan.
Selain situs Wadu Pa’a Dua, seratus meter jauhnya, terdapat situs Wadu Pa’a Satu yang suasananya sedikit gelap karena terdapat sebuah pohon yang sangat besar.  Untuk masuk mendekati tebing berpahat ini kita perlu memanjat pagar, karena tak seperti situs Wadu Pa’a Dua yang pagarnya tidak dikunci, situs Wadu Pa’a satu terkunci rapat. Di situs Wadu Pa’aSatu ini juga terdapat beberapa relief mirip meru dan candi-candi di Jawa dengan bentuk mirip puncak Candi Prambanan dan Candi Angkor Wat di Kamboja. Bentuk-bentuk ini juga mirip payung raksasa yang terlipat. Memang perlu penelitian arkeologi yang lebih detail memang. Sama seperti di situs Wadu Pa’a Dua, di wilayah Wadu Pa’a Satu juga terdapat bekas arca lingga yang sayangnya sudah tidak berbentuk lingga sempurna. Kawasan ini memang relatif lebih teduh dibanding Wadu Pa’a Dua karena tebingnya yang membentuk cekungan horisontal dan membuat ruangan beratap tebing . Kurang jelas apakah cekungan ini merupakan buatan manusia atau terbentuk dari proses metamorfosis dan sedimentasi batuan.
Relief Meru, Wadu Pa'a
Melihat dari begitu banyak hal yang belum terungkap dengan jelas mengenai situs ini dan apa keterkaitannya dengan Kerajaan Bima pra kesultanan perlu sekali ada penelitian lebih lanjut. Di situs Wadu Pa’a Satu pula saya melihat tulisan di batuan yang hurufnya merupakan aksara kuno dan membutuhkan ahli aksara kuno untuk mengungkap secara jelas apa yang dimaksud dengan tulisan tersebut. Pengungkapan apa dan bagaimana situs ini secara khusus akan semakin menunjukkan keluhuran budaya nusantara, setidaknya keluhuran budaya era yang selalu disebut zaman batu dulu termasuk produk-produk batunya.
Beberapa Pahatan di Dinding Tebing Situs Wadu Pa'a
Relief Dewa Ganesha
Dari Berbagai Sumber

Santabe ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso



Follow Twitter @Info_Mbojo & Facebook Info Mbojo My Great Web page
Share this article :

0 Komentar:

Posting Komentar

Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re

 
Support : Forum Dou Mbojo | Tofi Foto | Info Mbojo
Copyright © 2007. Mbojo Network, Berita dan Informasi Bima Dana Mbojo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Dominion Rockettheme
Proudly powered by Blogger