Foto: Alan Malingi |
Secara historis penduduk Sambori dan desa-desa sekitarnya tidak lepas dari dinamika kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat Bima. Masyarakat Sambori dan sekitarnya pada awalnya merupakan penghuni dataran rendah, tepatnya dari sekitar Teluk Bima. Mereka memiliki adat istiadat, bahasa dan kepercayaan tersendiri. Setelah agama Islam masuk ke Bima, mareka menyingkir di dua daerah pegunungan (Donggo) dalam satuan-satuan kelompok kecil. Perpindahan mereka dilakukan dalam upaya adat istiadat dan kepercayaan mereka, marapo ro makimbi.
Kelompok pertama menuju ke daerah Pegunungan Soromandi yang disebut sebagai Donggo Ipa (barat). Kelompok kedua menyebar ke Pegunungan Lambitu yang dinamakan Donggo Ele (timur), meliputi desa Sambori, Teta, Kuta, Kalodu, dan Tarlawi. Sampai sekarang mereka dikenal sebagai Dou (orang) Donggo yang artinya Orang Pegunungan. Bukan Dou Mbojo untuk sebutan penduduk Bima pada ummnya.
H. Mansyur menuturkan, kedatangan penduduk ke Desa Sambori berlangsung secara bergelombang. Sebagian besar masyarakat Sambori berasal dari Tembanae, Kecamatan Belo. Mereka melakukan eksodus pertama ke Manggeparaja, Desa Ngali. Dalam perjalanannya mereka melakukan eksodus kedua kalinya dari Manggeparaja ke Sambori. Hal ini dapat dilihat dari adanya ikatan kekeluargaan antara penduduk Sambori dengan beberapa masyarakat di Manggeparaja. Ada dua versi yang mendorong mereka melakukan perpindahan dari Ngali ke Sambori. Pertama, mereka merasa tidak mampu bersaing dengan para pendatang dalam kegiatan ekonomi. Kedua, mereka merupakan pelarian dari kejaran pemerintah Kolonial Belanda. Jika alasan kedua ini benar, berkaitan dengan adanya perang Ngali ketika terjadi perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1908-1909.
Sementara menurut salah seorang keluarga Kesultanan Bima, Massir Q. Abdullah (62), diperkirakan sebagian penduduk asli Sambori adalah pengikut Raja Salisi (Rumata Salisi) yang tinggal di sekitar Gunung Lambitu. Dalam sejarah kesultanan Bima, Raja Salisi merupakan keluarga kesultanan yang pernah melakukan kudeta untuk menguasai Kesultanan Bima. Raja Salisi beserta pengikutnya terdesak oleh pengikut setia Kesultanan Bima atas bantuan kerajaan Islam Gowa, Sulawesi selatan pada sekitar abad 17. petilasan dari pengikut Raja Salisi di Sambori dapat dilihat dari ada perkampungan kecil, seperti Jena dan Bedi yang merupakan nama jabatan Kesultanan Bima.
Follow Twitter @Info_Mbojo & Facebook Info Mbojo
0 Komentar:
Posting Komentar
Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re