Home » , , » Buku: Iman dan Diplomasi, Serpihan Sejarah Kerajaan Bima

Buku: Iman dan Diplomasi, Serpihan Sejarah Kerajaan Bima

Henri Chambert-Loir, Massir Q. Abdullah, Suryadi, Oman Fathurahman, H. Siti Maryam Salahuddin, Iman dan Diplomasi: Serpihan Sejarah Kerajaan Bima, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), kerja sama dengan École française d'Extrême-Orient (EFEO), dan Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Maret 2010, 222 hlm.

Satu lagi, kontribusi para filolog bagi dunia keilmuan dapat dinikmati. Iman dan Diplomasi: Serpihan Sejarah Kerajaan Bima, demikian judul buku karangan bersama Henri Chambert-Loir, Massir Q. Abdullah, Suryadi, Oman Fathurahman, dan H. Siti Maryam Salahuddin ini menyapa pembaca.

Dengan sampul unik berupa ilustrasi tanda tangan Sultan Abdul Hamid Muhammad Syah, yang disalin dari naskah Perjanjian antara Kerajaan Bima dan Kompeni Belanda, 26 Mei 1792, buku ini menghadirkan tiga hasil telaah atas naskah-naskah yang berasal dari Kesultanan Bima, antara tahun 1775 sampai 1882. Para penulisnya: Henri Chambert-Loir, Massir Q. Abdullah, Suryadi, Oman Fathurahman, dan H. Siti Maryam Salahudin adalah mereka yang telah lama ‘bercengkrama' dengan dunia pernaskahan Nusantara.
Henri Chambert-Loir, yang dalam memahami beberapa maksud teks yang dikajinya mendapat bantuan dari Massir Q. Abdullah, menampilkan sebuah fragmen dari sebuah Bo', yakni sebuah buku catatan harian, Bumi Luma Rasanae, yang ditulis secara teratur di kediaman salah seorang pembesar Bima antara 1765-1790.

Melalui dokumen historiografi lokal tersebut, pembaca disuguhkan gambaran Kesultanan Bima di bawah Sultan Abdul Hamid Muhammad Syah, yang stabil, berkuasa penuh, damai, tertib, sejahtera, serta taat pada berbagai aturan, baik aturan adat, hukum, maupun aturan keagamaan (53-104).

Dalam tulisan kedua, Suryadi mentranskripsi dan menganalisis 10 (sepuluh) surat diplomatik yang ditulis oleh Sultan Abdul Hamid pada periode selanjutnya (1790-1818), dan ditujukan kepada Gubernur Jenderal Kompeni Belanda, kecuali satu di antaranya ditujukan kepada Syahbandar Batavia.

Surat-surat itu menggambarkan upaya dan siasat diplomatik dari sang Sultan dalam rangka membina hubungan dengan Kompeni Belanda, selain juga menggambarkan produk ekspor Bima yang dijual kepada Belanda, barang-barang yang disalingtukarkan sebagai hadiah, serta secara umum gambaran ekonomi Kesultanan Bima yang justru kelihatan rapuh dan mudah tergoncang. Ini berbeda dengan gambara dalam teks Bumi Luma Rasanae di atas.
Terakhir, Oman Fathurahman, menyunting Jawhar al-ma'arif, sebuah teks tulisan Haji Nur Hidayatullah al-Mansur Muhammad Syuja'uddin, seseorang asal keturunan kaum bangsawan Bima. Teks ini dapat dianggap mengandung dua bagian utama: pertama berkenaan dengan ‘adab ketatanegaraan', dan kedua berkenaan dengan ilmu hikmah atau ilmu gaib, yang semestinya dimiliki oleh para Sultan Bima. Pada bagian awal Jawhar al-ma'arif dijelaskan bahwa uraian ilmu hikmah dalam teks ini merujuk pada kitab Shams al-ma'arif al-kubra karangan Ahmad ibn ‘Ali al-Buni.

Dalam pengantar buku ini, Henri Chambert-Loir dan H. Siti Maryam Slahuddin mengharapkan agar ke depan, para ahli naskah kuno dan sejarawan perlu bekerja sama untuk menginventarisasi, mengumpulkan, mengedit, dan mengulas sumber-sumber lokal tentang sejarah Indonesia, juga untuk menyoroti kepribadian dan peran historis beberapa Sultan terpenting dalam perkembangan sejarah Indonesia (h. 16).


Follow Twitter @Info_Mbojo & Facebook Info Mbojo


My Great Web page
Share this article :

0 Komentar:

Posting Komentar

Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re

 
Support : Forum Dou Mbojo | Tofi Foto | Info Mbojo
Copyright © 2007. Mbojo Network, Berita dan Informasi Bima Dana Mbojo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Dominion Rockettheme
Proudly powered by Blogger