Rapat Konsultasi Bupati dan DPRD Bahas SK 188, PT. SMN

Bupati Bima H. Ferry Zulkarnaen, ST pagi tadi sekitar pukul 09.00 Wita menggelar rapat konsultasi dengan anggota DPRD Kabupaten Bima untuk membahas persoalan Lambu, di ruang sidang utama DPRD setempat. Rapat konsultasi yang dihadiri lengkap tiga unsur pimpinan dewan, anggota dewan, Sekda Kabupaten Bima dan beberapa dinas terkait itu berlangsung alot.
Diawal rapat yang dipimpin Ketua DPRD H. Muhdar Arsyad tersebut, muncul protes dari sejumlah anggota dewan. Di antaranya, H. Mustahid H. Kako, Ahmad Yani, Aminurllah, SH dan beberapa anggota dewan lain. Mereka mempertanyakan legalitas pertemuan mendadak dan dinilai menyalahi aturan tata tertib dewan.

“Saya mempertanyakan legalitas undangan pertemuan kita pada pagi ini. Kita ini lembaga terhormat, jadi prosedur penentuan rapat pun harus disesuaikan dengan tata tertib yang ada,” ujar H. Mustahid.

Protes yang dilontarkan anggota Komisi III dari Partai PKB itu lantaran agenda rapat yang dinilai tidak jelas, karena hari ini dewan sudah memiliki sejumlah agenda rapat yang berkaitan dengan kasus Lambu.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Dewan dari PAN, Adi Mahyudi. Adi mempertanyakan kapan undangan rapat konsultasi dari Bupati Bima itu diterima oleh lembaga dewan. Karena menurutnya, ia tidak pernah mendapat koordinasi kaitan dengan rencana rapat konsultasi itu.
Ia mengaku kecewa karena dirinya sering tidak dilibatkan dalam berbagai persoalan besar yang terjadi. 

“Saya bingung, kenapa setiap persoalan besar saya tidak pernah dilibatkan dan tidak ada koordinasi sama sekali,” tegasnya.

Namun sebagian anggota dewan mendukung adanya pertemuan itu. Misalnya Hj. Mulyati, ia mendukung pertemuan itu mengingat situasi yang genting saat ini. Bahkan menurutnya pertemuan tersebut sudah sesuai dengan aturan yang ada. 

“Jadwal pertemuan ini sudah benar, karena kondisi saat ini yang mengharuskan kita untuk menggelar pertemuan seperti ini,” tegasnya.

Sementara anggota dewan dari PDIP, Nurdin alias Digon, meminta agar anggota dewan tidak terlalu memperdebatkan jadwal pertemuan tersebut. Karena menurutnya, yang dibutuhkan warga Lambu saat ini adalah kejelasan dari status SK Bupati Nomor 188 Tahun 2009 apakah dicabut atau tidak.

“Jangan memperpanjang persoalan dengan memperdebatkan jadwal pertemuan ini, mari kita dengarkan bersama penjelasan Bupati Bima kaitan dengan penerbitan SK tersebut,” tuturnya.

Setelah 30 menit lamanya mendengarkan pendapat anggota dewan terkait pertemuan itu, akhirnya pimpinan sidang memberikan kesempatan bagi Bupati untuk menjelaskan masalah tersebut. Bupati Bima H. Ferry Zulkarnaen, ST mengucapkan permohonan maaf karena undangan tersebut bersifat dadakan. Namun ia berjanji, ke depan kekurangan itu akan diperbaiki.

Dijelaskan Ferry, izin Kuasa Pertambangan (KP) diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) pertama kalinya pada tahun 2008 atas permohonan pihak PT. SMN. Mengingat adanya perubahan UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba, Pemerintah Pusat melalui Dirjen Minerba menginstruksikan agar pemerintah daerah menyesuaikan izin yang sudah dikeluarkan yakni berupa Ijin Usaha Pertambangan (IUP).

Setelah penyesuaian izin dilakukan, diakui Bupati banyak muncul aksi penolakan. Salah satunya, aksi demonstarsi di depan kantor camat Lambu, Februari 2010, yang mengakibatkan terbakarnya kantor tersebut.

Ditegaskan Ferry, pemerintah daerah sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Bahkan menurutnya, hal tersebut dilakukan berkali-kali. Hanya saja aksi penolakan makin gencar dilakukan warga Lambu. “Pemerintah sudah melakukan sosialisasi, buktinya ada tanda tangan dari warga Lambu kok,” ujarnya.

Sebelum insiden 24 Desember 2011, ia pernah melakukan pertemuan dengan perwakilan massa yang melakukan aksi demo dan pemblokiran Pelabuhan Sape. Dalam pertemuan itu, Ferry mempertanyakan ke perwakilan pendemo, apa kerugian warga Lambu terkait kegiatan eksplorasi yang dilakukan PT. SMN. “Saat itu saya nanya, warga Lambu rugi apa? Mereka hanya menjawab rugi perasaan,” jelas Ferry.

Ditegaskan Ferry, persoalan Lambu diperkeruh dengan adanya aksi para provokator yang melakukan pengukuran tanah sawah serta pekarangan milik warga Lambu. Karena menurut Ferry, pihak perusahaan tidak pernah melakukan pengukuran tanah, tetapi mereka baru mengambil sample pada tiga titik yakni di Desa Soro, Kowo dan Dusun Bako.

“Kegiatan eksplorasinya ini tidak masuk dalam kawasan hutan lindung kok. Kita paham aturan, jadi tidak mungkin melakukan hal-hal yang melanggar,” tegasnya.

Terkait dana keseriusan dari pihak PT. SMN, ditegaskan Ferry, hingga saat ini pemerintah belum menerima dana tersebut. Bahkan menurutnya, dana itu tidak akan masuk ke rekening Pemkab Bima, melainkan langsung ke Rekening Kementerian SDM sesuai dengan Keputusan Kementerian SDM Nomor 135 Tahun 1996. 

“Uang jaminannya itu dihitung sesui luas areal, kemudian dikalikan Rp. 10 ribu per arenya,” jelasnya.

Menanggapi penjelasan dari Bupati Bima tersebut, anggota Komisi III M. Aminurlah, SE, mempertanyakan status izin penyesuaian. Karena menurutnya, Kepala Distamben Kabupaten Bima mengaku tidak ada izin penyesuaian tersebut.
Ia meminta Bupati untuk kembali berpikir dan segera memutuskan agar mencabut SK 188 tersebut. Karena, jika dilihat dari limit waktu yang diberikan oleh warga, maka hari ini harus sudah ada keputusan yang jelas.

Sementara salah seorang srikandi DPRD Bima, Hj. Mulyati depan Bupati mengaku bahwa dirinya tidak pernah tahu adanya izin pertambangan di Lambu. Ia mengetahui adanya kegiatan tambang di Lambu setelah adanya insiden pada Februari 2010. “Kalau saja pemerintah daerah menyerahkan datanya kepada kami selengkap ini dari dulu, pasti tidak akan ada miss komunikasi,” ujarnya.

Pencabutan SK 188 Tidak Mudah
Menanggapi keinginan anggota dewan agar SK 188 tersebut dicabut, Bupati dengan tegas mengatakan hal tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. 

“Kalau SK tambang di Lambu dicabut begitu saja, nanti akan muncul reaksi dari warga di kecamatan lain yang juga menginginkan agar SK tambang dicabut, bahkan di wilayah NTB dan juga Indonesia,” tuturnya.

Diakui Ferry, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan DPD RI, namun tidak ada solusi yang ditemui.
Di depan anggota dewan Bima, Ferry tegas menanyakan siapa yang berani menjamin jika dirinya mencabut SK tersebut. Karena menurut Ferry, persoalan tersebut berkaitan dengan dunia politis. “Ini ada unsur politisnya, jadi harus hati-hati dalam mengambil sikap,” ujarnya.

Rapat konsultasi yang berlangsung sekitar 3,5 jam tersebut tidak menemui titik temu. Tidak ada hasil yang bisa diputuskan, karena keinginan sebagian anggota dewan agar SK tersebut dicabut tidak dikabulkan oleh Bupati Bima. (gomong.com)


Follow Twitter @Info_Mbojo & Facebook Info_Mbojo
Share this article :

0 Komentar:

Posting Komentar

Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re

 
Support : Forum Dou Mbojo | Tofi Foto | Info Mbojo
Copyright © 2007. Mbojo Network, Berita dan Informasi Bima Dana Mbojo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Dominion Rockettheme
Proudly powered by Blogger