Kerajaan Gowa membawa pengaruh yang cukup besar, terutama
terhadap sistem kepemimpinan masyarakat dan Kesultanan Bima pada saat itu. Perubahan terjadi dalam penggunaan beberapa istilah jabatan yang
disesuaikan seperlunya dengan gelar/jabatan yang digunakan di Gowa. Sistem
pemerintahan yang ada disesuaikan seperlunya, seperti menggunakan istilah
Bicara untuk menggantikan istilah Tureli Nggampo, gelarang untuk kepala
kampung, Gelarang NaE untuk menggantikan istilah Ncuhi.
Dalam
catatan kitab BO disebutkan pada 1648 Ncuhi di tingkat desa diganti namanya
menjadi Gelarang NaE oleh Kesultanan Bima Dalam struktur Kesultanan Bima, Gelarang
NaE merupakan kedudukan pemerintahan paling bawah setingkat desa yang berada
dalam Majelis Sara Sara (Dewan Pemerintahan). Gelar ini bertahan sampai tahun
1968
Pada
saat terjadi perubahan kepemimpinan Ncuhi menjadi Gelarang NaE, jadi ncuhi masih tetap ada. Dalam perjalanannya, Kesultanan Bima mengintroduksi
sistem tata pemerintahan baru sampai ke tingkat pedesaan. Maka peran ncuhi
bergeser hanya mengurusi kegiatan religius dan upacara-upacara adat. Nantinya,
juga akan bergeser peran ncuhi pada sistem pengelolaan sumber daya alam,
terutama tanah.
Pada jaman Kesultanan Bima,
terdapat beberapa perangkat kelembagaan setingkat desa, adapun susunan Pemerintahan Hadat Gelarang Maria
adalah :
1. Lafalu atau
Gelarang NaE (Ompu Tua), yaitu jabatan setingkat kepala desa
2. Ompu Sampela
atau Gelarang Muda, yaitu wakil Gelarang NaE.
3. Nenti Rasa,
yang berperan sebagai juru tulis desa
4. Panggelasa,
yang bertugas sebagai pembantu utama. Panggelasa dipimpin oleh panggelasa tua
yang dibantu oleh beberapa anggota. Adapaun tugas-tugas panggelasa adalah
sebagai berikut :
a. Menjalankan
perintah Lafalu
b. Selama satu
bulan dalam setahun mengabdi di Kesultanan Bima bagian pengambilan air
c. Menyerahkan
seekor kerbau dan alang-alang ke Kesultanan Bima pada setiap perayaan hari-hari
besar, seperti Idul Fitri, Maulid Nabi Muhammad SAW, dan sebagainya.
Persembahan kerbau diambil dari salah seorang warga. Sebagai gantinya pemilik
kerbau diberi lahan garapan untuk dikerjakan selama setahun. Tanah garapan ini
merupakan tanah desa yang berada di bangga (sawah Ind ) sorodadi dan Mambeko.
5. Ncawu yang
merupakan pembantu Ompu Sampela
6. Bumi, yang
mengurus bidang pertanian
7. Jena , yang bertugas sebagai pesuruh. Misalnya mengundang dalam kegiatan
gotong-royong dan membantu piket di kecamatan
8. Punta, yang
merupakan pesuruh Ompu Sampela
Meski di bawah
pemerintahan Kesultanan Bima, pengangkatan Gelarang NaE tidak diangkat oleh
Raja Bima. Gelarang NaE diangkat oleh tokoh-tokoh adat. Keturunan Gelarang NaE
tidak secara otomatis dapat menduduki jabatan ayahnya. Hanya orang yang
dianggap pantas menduduki jabatan Gelarang NaE. Gelarang NaE yang baru kemudian
melaporkan secara langsung kepada Raja Bima, tidak lagi melewati jeneli
(camat). Namun dalam prakteknya, jabatan dalam pemerintahan tetap dipilih dan
didominasi oleh keturunan Ncuhi pada masa sebelumnya.
Struktur
Pemerintahan Bima Pada Masa Kesultanan
Berkaitan dengan penggajian pejabat hadat, setiap pangkat hadat mendapat
tanah garapan selama menjabat, yaitu sebagian dari 73 petak sawah hadat yang
dicetak oleh masyarakat secara gotong-royong. Setiap perayaan Molu/Ua Pua,
Gelarang Maria menyumbang 3 ekor kerbau, beras 3 pikul, ayam 10 ekor, telur 100
butir dan kambing 3 ekor.
Karena
adanya Majelis Syar’iyyah yang secara syah berlakunya hukum Islam, maka dalam hal
yang berkaitan dengan daur hidup dan kehidupan sehari-hari masyarakat Bima
termasuk di Maria mengikuti ketentuan dan hukum Islam.
Sistem Organisasi Sosial Pada Fase Kesultanan
No
|
Jenis
|
Bentuk
|
1.
|
Pelapisan sosial
a. Bangsawan
Pengaruh dan Pola pergaulan bangsawan dengan masyarakat
|
Bangsawan bergaul secara bebas dengan masyarakat.
Menghadiri upacara-upacara adat dan perayaan yang dilakukan dalam kampung
(rasa)
Bangsawan dihormati dan didahulukan dalam segala hal.
|
Atribut yang digunakan
|
Nama dan gelar bangsawan
|
|
Hak-hak dan kewajiban
|
Masyarakat bersikap sopan santun dan mengundang serta
meminta ijin kepada bangsawan tentang pengadaan suatu acara.
|
|
Aturan yang dimiliki
|
Dalam hal perkawinan, laki-laki bangsawan boleh menikah
dengan wanita biasa asal direstui oleh hadat. Sedangkan wanita bangsawan
tidak boleh menikah dengan pemuda dari kalangan biasa. Hal ini dilakukan
untuk menjaga keutuhan darah bangsawan pada keturunan.
|
|
b. Masyarakat :
·
Hak
dan kewajiban masyarakat
|
mengikuti perkataan dan perintah bangsawan
mempersembahkan sebagian hasil bercocok tanam, kepada
pejabat kerajaan (bangsawan).
Dapat membuka lahan bagi yang belum memiliki baik secara
pribadi maupun berkelompok
mendirikan tempat tinggal pada suatu lahan
berlaku sopan dengan bangsawan dan mengundang bangsawan
dalam pengadaan berbagai acara.
|
|
Penggolongan masyarakat
·
Masyarakaat
ahli (Dari)
·
Masyarakat
biasa
|
Masyarakat ini adalah golongan masyarakat yang dihormati
dan didahulukan haknya karena memiliki kekayaan, pendidikan yang tinggi,
kepatuhan kepada agama dan jabatan atau gelar berkaitan dengan agama.
Kelompok masyarakat memiliki kemampuan dalam kekayaan,
pendidikan dan keagamaan yang tidak menonjol. Mereka akan mendahulukan hak
dan keinginan dari masyarakat elite.
|
|
2.
|
Sistem kepemimpinan
Pola pemerintahan formal
|
Pemimpin tertinggi di tingkat desa :
1.
Bata
adalah pesuruh yang merupakan jaabatan terendah dalam Majelis hadat (Majelis Sara Tua) yang berperan sebagai
badan yudikatif dan legislatif di desa
2.
Cepe
Lebe sebagai wakil dari Majelis Syar’iyyah yang berperan sebagai
pengemban hukum Islam di tingkat desa
3.
Gelarang
Nae sebagai jabatan dalam Majelis Tureli
yang merupakan badan eksekutif
di tingkat desa. Dengan jabatan setingkat kepala desa.
Jabatan-jabatan lain di tingkat desa dalam mebantu
Gelarang Na’e adalah :
1.
Ompu
Sampela (Gelarang Muda) sebagai wakil Gelarang Nae
2.
Nenti
Rsa, adalah juru tulis desa
3.
Panggelasa,
sebagai pembantu utama, yang wajib menjalankan perintah Gelarang Nae dan
untuk menghubungkan antara desa dengan kerajaan melalui pengabdian kepada
kerajaan dan penyerahan kerbau untuk kerajaan
4.
Ncawu
sebagai pembantu Ompu Sampela
5.
Bumi,
yang mengurus bidang pertanian
6.
7.
Punta,
pesuruh dari Ompu Sampela.
|
Pola pemerintahan informal
|
Kyai dan tokoh agama berperan dalam kegiatan agama dan
spiritual dan menentukan hal-hal yang boleh dilakukan atau tidak menurut
ketentuan agama.
Kyai diikuti perkataan dan perintahnya
Ncuhi menjadi pemimpin dalam penghitungan harata warisan
sebagai perwujudan dari “salemba” untuk anak laki-laki dan “sasu’u”
untuk anak perempuan (2 : 1)
|
|
Hukum hadat
|
Beberapa
ketentuan Hukum Pidana Hadat adalah sebagai berikut :
1.
Hukuman mati
2.
Hukuman penjara dengan atau tanpa blok bagi yang
melakukan pencurian dan tertangkap basah. Dan sebelumnya, pencuri diarak
keliling desa dengan barang curian diikat pada lehernya.
3.
Hukuman denda untuk kesalahan.
4.
Hukuman buangan
Beberapa hukum
perdata Hadat adalah :
1.
Tebusan dan ganti rugi
2.
Denda.
3.
Murka dari raja dan hukuman
sepatutnya.
4.
Dijual/budak
5.
Menyerahkan kaleli sanggini (kemiri
sebutir), mangge satembe (asam 1 buah)
|
|
3.
|
Sistem
kekerabatan
Hubungan masyarakat dengan ncuhi/Gelarang Nae
|
Hubungan antara masyarakat dengan ncuhi sangat dekat
karena adanya keterlibatan langsung dari ncuhi dalam kehidupan spiritual dan
kemasyarakatan. Lebih dari itu, ncuhi adalah orang yang memiliki pertalian
darah dengan masyarakat yang diangkat dari salah satu anggota masyarakat yang
memiliki kesaktian dan cerdik.
|
Hubungan masyarakat dengan bangsawan
|
Hubungan masyarakat dengan bangsawan kurang dekat
sebagaimana dengan hubungan dengan ncuhi karena tidak dilandasi pertalian darah.
Namun demikian masyarakat dan bangsawan memiliki hubungan yang baik dan
masyarakat berusaha menerima bangsawan serta berlaku sopan
|
|
Hubungan masyarakat dengan kelompok menurut pertalian
darah
|
Pola tinggal masyarakat setelah menikah adalah mengikuti
rumah orang tua secara bebas baik di keluarga pihak laki-laki maupun
perempuan. Sebagian besar masyarakat lebih banyak menerapkan, pihak laki-laki
menyediakan rumah sedangkan tanah disediakan oleh orang tua pihak perempuan
agar pasangan baru ini dapat tinggal dekat dengan keluarga isteri
(matrilokal). Namun ada pula pasangan baru yang memilih hidup di tempat baru
(neo lokal) Sedangkan system keturunan mengenal system keturunan ptrilineal
yaitu keturunan pada pihak laki-laki.
Dalam pola keluarga inti dapat dilakukan poligami, namun
karena kewajiban dan rawannya masalah dalam poligami sangat berat masyarakat
cenderung monogami
|
|
4.
|
Hubungan masyarakat dengan tetangga (kerabat)
|
Hubungan berlangsung dalam hal kegiatan adat, kegiatan
keagamaan, gotong royong di sawah dan ladang, pengasuhan anak, serta saling
meminjam peralatan dapur dan bumbu-bumbu dapur.
|
Sistem pewarisan
|
Sistem pewarisan yang berlaku sesuai dengan hukum Islam
yaitu anak laki-laki memiliki bagian 2 kali bagian perempuan. Anak pertama
biasanya dibangunkan rumah atau modal uasaha. Sedangkan anak bungsu
memperoleh rumah yang ditempati dan lumbung. Anak lainnya memperoleh barang
pecah belah, tanah, ataupun ternak dengan pembagian tetap 2 : 1.
|
|
5.
|
Upacara
Menikah
|
Menikah dilakukan dengan cara dilakukan dengan cara
menjodohkan anak dengan menukarkan popok. Setelah dewasa dilakukan penilaian
oleh keluarga pihak laki yang terdiri dari kedua orang tua dan keluarga
laki-laki dengan cara dating mengunjungi rumah pihak perempuan. Sebelum
melamar, si laki-laki harisbekerja selama 1 sampai 2 tahun atau lebih di
keluarga si perempuan. Bila masa bekerja sudah selesai dilakukan pelamaran
dengan mambawa bahan makanan, perhiasan dan mas kawin. Setelah itu
dilanjutkan dengan upacara pernikahan.
|
Mengandung dan melahirkan
|
Pada masa mengandung tujuh bulan diadakan selamatan yang
dipimpin oleh kyai dengan mengucapkan zikir dan doa bersama dan ditutup
dengan makan bersama. Pada saat melahirkan dilakukan azan dan iqamah pada
kedua telinga bayi. Pada sat pemberian nama dilakukan pembuatan berbagai
macam kue dari ketan. Pada tangga diletakkan tanah dan pasir serta dilakukan
pemecahan kelapa untuk menandai pemberian nama.
|
|
Kematian
|
Kematian orang biasa dilakukan dengan cara di kubur, pada 7 hari dari haari kematian dilakukan
acara doa dan pengajian, yaitu pada hari ke 5,7,14,24,34,44, 100 dan ke 1000.
|
|
Ndoso ro suna (khitanan)
|
Pada acara ini dibuatkan berbagai macam kue dari ketan
warna warni. Acara ini diawali dengan kapanca, pembacaan zikir dan “membe”
selanjutnya dilakukan khitanan. Upacara diakhiri doa bersama dan makan
bersama.
|
Sumber : literature dan wawancara
Santabe ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso
0 Komentar:
Posting Komentar
Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re