Gowa membawa pengaruh yang besar terhadap kesenian di Bima, termasuk di Maria. Pada masa ini kesenian berkembang dengan pesat sultan menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk pengembangan kesenian, anak-anak desa yang berbakat akan diboyong ke istana dan dilatih menari lebih baik lagi. Dan dalam pelaksanaannya terlihat adanya pengaruh Makasar dan Bugis. Selain dalam gerakan tari itu sendiri, pengaruh lainnya terlihat pada busana, aksesoris, alat dan musik pengiringnya.
Sebenarnya pada masa sebelumnya masyarakat sudah mengenal kesenian pada jaman ncuhi, namun setelah adanya pengaruh Gowa, kesenian tersebut ditinggalkan begitu saja dengan alasan tidak sesuai dengan agama Islam. Karena upacara pada masa lalu berkaitan dengan upacara ritual dalam kepercayaan lama. Kesenian tersebut hanya ada dan dijadikan tarian tradisional masyarakat Donggo.
Kesenian Bima dilaksanakan dalam setiap upacara daur hidup, kecuali kelahiran dan kematian. Dan dalam hal ini, para ulama dan tokoh adat berperan dalam menyeleksi tarian baru yang diciptakan. Bila menurut mereka tarian tersebut sudah menyimpang dari sistem sosial budaya dan agama, maka tarian tersebut dilarang beredar dalam masyarakat. Jadi dalam hal ini, ulama dan tokoh adat menjadi badan sensor tari.
Kesenian dibagi dua kategori besar, yaitu kesenian rakyat dan kesenian klasik. Kesenian klasik yang dimaksud adalah kesenian yang hanya dilaksanakan dalam waktu-waktu dan tempat tertentu. Kesenian klasik hanya dilaksanakan di Istana dan pada saat acara seperti Ua Pua untuk memperingati Maulid Nabi, pengangkatan pejabat kerajaan. Kesenian ini terdiri dari mpa’a siwe (tari putri), mpa’a mone (tari laki-laki), tarian perang dan lain-lain. Sedangkan kesenian rakyat adalah kesenian yang umumnya dialakukan oleh masyarakat baik di halaman rumah maupun di lapangan seperti mpa’a sila (silat), mpa’a buja kadanda, dan lain-lain.
Adapun beberapa kesenian Bima pada saat itu adalah:
1. Seni musik
Alat-alat musik yang dipergelarkan dalam pertunjukkan tarian mpaa manca, joget, rebo, rawa doro, rawa sagele, rawa mbojo, kareku kandei (membunyikan lesung dan antan untuk menandai kebahagiaan karena tibanya saat panen adalah perpaduan antara alat-alat musik tradisional diantaranya : genda, silu, sarone, biola, gambo, katongga, dan rebana
2. Seni suara
Seni suara yang ada antara lain : rawa doro, rawa Mbojo, rawa sagele, hadra, dan zikir. Serta terdapat pula beberapa pantun, merupakan bagian dari kesenian rakyat. Umumnya kesenian ini dilakukan di halaman rumah atau tempat pelaksanaan hajat. Tapi untuk rawa Mbojo dan rawa sagele biasanya dilakukan di sawah dan ladang pada jam-jam tertentu
3. Seni tari
Beberapa tarian yang ada adalah : tarian perang yang terdiri dari mpaa manca, mpaa buja kadanda, adu kepala dan mpaa sampari. Dalam menari, ada larangan bagi wanita yang telah bersuami untuk menjadi penari, karena menurut sistem nilai budaya Mbojo seorang isteri harus memusatkan perhatiannya kepada urusan rumah tangga. Selain itu, untuk mencegah timbulnya fitnahyang dapat merusak kerukunan dalam rumah tangga.
Sistem Kesenian Pada Fase Kesultanan
No
|
Jenis
|
Bentuk
|
Lokasi
|
1.
|
Seni musik
|
Alat-lat musik sebagai
pengiring lagu dan tarian. Terdiri dari genda, silu, sarone, gambo, katongga,
rebana.
|
-
|
2.
|
Tarian
|
Mpa’a Manca, tarian
dengan menggunakan pedang untuk menguji ketangkasa
Mpa’a buja,
tarian perang dengan menggunakan tombak
Mpa’a Sampari menari
dengan menggunakan keris.
Rawa mbojo, dinyanyikan
oleh remaja yang sedang saling jatuh cinta.
|
Dalam berbagai acara
|
3.
|
Lagu
|
Rawa sagele , dilakukan
pada saat musim tanam
|
Di halaman rumah atau
saat berkumpulnya muda-mudi
Sawah dan ladang
Di halaman rumah atau
pada tempat keramaian dimana berkumpulnya muda-mudi.
|
4.
|
Pantun
|
Berbalas kata, seperti
Amabage, La Moya, Jaledo, Nene Do, dan Raijo.
|
Sumber : literature
dan wawancara
Santabe ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso
0 Komentar:
Posting Komentar
Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re