Kabupaten Bima - Menguaknya dugaan skandal korupsi dilingkup Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bima yang melibatkan Direktur dr.Hj Tini Wijanari dan Kepala Bidang Instalasi Farmasi Drs.Ma’aruf nampaknya telah menjadi atensi khusus lembaga pegiat anti korupsi di Daerah NTB ini. Atas dugaan ini Barisan Muda Gerakan Anti Korupsi (BM-GERAK) NTB telah resmi melaporkan perihal kasus ini di Kejaksaan Tinggi NTB.
Komisioner BM-GERAK NTB Syahruddin mengakui laporannya telah resmi dimasukan di Kejaksaan Tinggi NTB dan berikut tembusan telah disampaikan langsung ke Direktur RSUD Bima beberapa waktu lalu. Pihaknya memastikan kasus dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang ini akan segera diproses di Kejaksaan Tinggi NTB karena dugaan kerugian negaranya sangat cukup besar.
Dasar laporan yang disampaikan oleh pihaknya menurutnya, dengan mengacu pada Undang – Undang Anti Korupsi, Nomor 31 tahun 1999 jo Nomor. 20 tahun 2001. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. BAB V. Peran serta masyarakat Pasal 41, ayat (1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Ayat (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk, Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
Sementara instruksi presiden RI Nomor 05 Tahun 2004, Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Antara lain Inpres No. 5, tahun 2004, Kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. Menerapkan prinsip – prinsip tata kepemerintahan yang baik dilingkungan pemerintahan daerah. Meningkatkan pelayanan public dan meniadakan pungutan liar dalam pelaksanaannya. Bersama – sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan pencegahan kemungkinan terjadinya kebocoran keuangan Negara baik yang bersumber dari Anggaran dan belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
“Dengan ini kami melaporkan kepada Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat dengan adanya Indikasi korupsi yang diduga kuat dilakukan oleh Kepala Rumah Sakit Umum Bima dr. Hj.Tini Wijanari, dan Kepala Bidang Instalasi Farmasi Drs. Ma’aruf dalam pelaksanaan penjualan obat-obatan pada Apotik RSUD Bima. Anggaran untuk pengadaan obat-obatan pada apotik RSUD Bima tersebut dialokasikan melalui dana APBD II senilai Rp. 860 Juta per-tahun. Anggaran sebesar ini diberikan ke pihak RSUD Bima untuk dikelola secara profesional sehingga dari keuntugan dari pengelolaannya, dapat disetor kembali ke kas daerah,” bebernya pada Tambora Post melalui siaran persnya.
Dijelaskannya, alokasi anggaran tersebut dialokasi mulai pemerintahan sebelumnya. Sementara sesuai dengan ketentuan yang tertuang didalam Peraturan Daerah (PERDA), 30 porsen dari pendapatan penjualan obat harus disetor kembali ke kas daerah sebagai bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Sementara temuan kami dilapangan, dari anggaran Negara yang dialokasikan melalui APBD II sebesar Rp. 860 Juta per-tahun untuk pengadaan obat-obatan di apotik RSUD Bima wajib disetor kembali oleh bidang instalasi dan farmasi dari hasil penjualan obat. Dalam ketentuan PERDA 30 porsen dari hasil penjualan obat harus disetor ke Kas daerah sebagai pendapatan PAD,”jelasnya.
Dirinya juga menegaskan, sejak tahun 2006 hingga 2009 telah diketahui terjadinya kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diakibatkan pihak RSUD Bima tidak memenuhi kewajibannya untuk menyetor PAD ke kas daerah, berdasarkan jumlah keuntungan per tahun dari penjualan obat diapotik dan bidang pelayanan RSUD Bima, senilai Rp.1,2 Milyar pertahun. Fakta ini telah dibuktikan RSUD Bima mampu setor Rp. 1,2 M untuk tahun 2012 sekarang. Tentu hal ini telah mengakibatkan terjadinya kerugian Negara yang cukup besar.
“Dari hasil jual obat, pelayanan Askes dan Jamkesmas termasuk bidang-bidang lain tidak ada pertanggung jawaban yang jelas keuangan mulai dari tahun 2006 hingga 2009. Setelah dihitung kerugian Negara yang timbul akibat penyalahgunaan ini berkisar Rp.3 M lebih.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 25 Tahun 2009, Rumah Sakit yang belum menjadi badan layanan umum daerah, Askes dan Jamkesmas masuk dalam pendapatan retribusi daerah. Namun yang terjadi selama ini pendapatan instalasi farmasi tidak dijadikan bagian dari sumber PAD. Sedangkan fakta yang ditemukan dilapangan, perhari keuntungan dari hasil penjualan sebesar Rp.10 Juta dari penjualan umum,”cetusnya.
Salah satu bukti kuatnya indikasi telah terjadi penyalahgunaan uang Negara pada bidang instalasi farmasi itu menurutnya, dari setoran pihak RSUD bidang ini tahun 2010 Rp.125 Juta, 2011 Rp. 250 Juta, sedangkan untuk tahun 2012 meningkat hingga Rp.1,2 Milyar. Ini berdasarkan fakta yang telah ditemukan oleh DPRD Kabupaten Bima saat legislatif melakukan rapat Banggar 2012.
Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam PERDA, bidang instalasi dan farmasi berkewajiban menyetor ke kas Negara sebesar Rp.760 Juta per-tahun.
Selain tidak pernah menyetor pendapatan sesuai dengan ketentuan tersebut, mulai tahun 2006 hingga 2009, pihak RSUD Bima untuk tahun 2010, menyetor Rp.125 Juta, dan 2011 sebesar Rp.250 Juta.
Oleh karena itu pihaknya, mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama dan sistematis oleh Direktur RSUD Bima dr.Hj.Tini Wijanari, dan Kepala bidang Instalasi Farmasi RSUD Bima Drs.Ma’aruf. Mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB untuk membongkar dugaan penyalahgunaan uang Negara, sehingga Negara telah dirugikan Milyaran per-tahun. Dan skandal korupsi tersebut dalam temuan BM-GERAK NTB diduga kuat telah melibatkan banyak pihak.
“Kami mendesak dengan segera agar Kejati NTB dapat memanggil saudara dr. Hj.Tini Wijanari sebagai Direktur dan Drs. Ma’aruf sebagai kepala Instalasi Farmasi agar dimintai keterangannya, supaya dapat ditelusuri aliran dana sebagai sumber PAD yang telah dihilangkan per-tahunnya diperkirakan mencapai angka Rp.760 Juta hingga Rp.1,2 M.
Meminta kepada Kejati NTB untuk membentuk Tim Khusus menangani dugaan skandal korupsi yang melibatkan Direktur RSUD Bima, Kepala bidang Instalasi Farmasi, PPK Alkes,PPK Jamkesmas, dan bidang pengadaan barang dan jasa,” desaknya mengharapkan.
Menyikapi adanya laporan BM-GERAK ini nampaknya tidak membuat Direktur RSUD Bima bergeming, bahkan kepada Wartawan dirinya menegaskan pihaknya tidak gentar dengan adanya laporan tersebut, karena persoalan itu telah dipertanggung jawabkan dihadapan DPR. “Saya tidak gentar adanya laporan itu, karena semua dugaan itu telah dipertanggung jawabkan di DPR, dan sudah diperiksa oleh Inspektorat,”imbuhnya.
Hingga berita ini diturunkan Kejati NTB belum dapat dikonfirmasi terkait laporan ini, namun salah seorang staf Humas Kejati meminta Wartawan untuk tidak mengekspos dulu, karena lapioran baru masuk. “Setelah masuk penyidikan dan ada TSK nya baru bisa di ekspos,” cetusnya. (tamborapost)
Santabe ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso
0 Komentar:
Posting Komentar
Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re