Home » , , , , , , , , , » Sejarah Masjid Sultan Muhammad Salahuddin, Kampo Sigi

Sejarah Masjid Sultan Muhammad Salahuddin, Kampo Sigi

Foto Masjid Sultan Muhammad Salahuddin, dulu
Masjid Sultan Muhammad Salahuddin yang dibangun tahun 1737 oleh Sultan Abdul Qadim Muhammad Syah dan Raja Bicara Ismail sebagai masjid Kesultanan Bima. Masjid ini hancur lebur kecuali mihrabnya akibat bom sekutu tahun 1945 dan dibangun kembali tahun 1990 oleh Ina Kau Mari atau Dr. Hj. Siti Maryam, putri Sultan Muhammad Salahuddin.

Menurut sejarah, La Mbilla berangkat ke Makassar untuk menemui Sultan Alauddin di Gowa, Makassar agar mengirimkan pasukan perang untuk merebut kembali tahta kerajaan Bima yang sedang dikuasai oleh Raja Salise. Sultan Gowa waktu itu menyanggupi dengan syarat La Kai atau Abdul Kahir dan La Mbilla atau Jalaluddin membantu penyebaran agama Islam di tanah Bima (Dana Mbojo). Syarat itu dipenuhi dan berangkatlah La Mbilla beserta bala tentara Kesultanan Gowa ke Bima dan berhasil mengalahkan Raja Salise berserta pengikutnya.

Setelah La Kai kembali naik tahta, La Kai atau Abdul Kahir menjadi Sultan pertama Kesultanan Bima dan Islam kemudian menjadi agama resmi Kesultanan Bima pada 18 Rabiul Awal 1050 atau 5 Juli 1640 M. Tanggal 18 Rabiul Awal menjadi hari pelaksanaan perayaan Hanta U'a Pua (perayaan sejarah masuknya Islam dan Maulid Nabi di Bima) dan tanggal 5 Juli menjadi Hari Jadi Bima yang setiap tahun diperingati. 
Foto Masjid Sultan Muhammad Salahuddin, sekarang (tofifoto.co.cc)
Karena bangunan kuno tersebut sudah lama hancur ditelan umur,  maka sulit untuk diketahui dengan pasti bagaimana sesungguhnya bentuk bangunan Masjid Kamina atau Kalodu. Menurut catatan Bo (catatan kuno bertuliskan Arab Melayu Kesultanan Bima) yang ada dan wawancara dengan tokoh-tokoh sejarah setempat, bentuk Masjid Kalodu berbentuk segi empat sama sisi (bujur sangkar) dan tidak memiliki mihrab seperti lazimnya sebuah mesjid pada umumnya. Empat sisi yang sama itu merupakan simbol empat orang putera dan keluarga Raja yang memeluk Agama Islam yaitu La kai (Abdul Kahir), Bumi Jara Mbojo (Awaluddin), La Mbilla (Jalaluddin) dan Manuru Bata Putera Raja Dompu Ma Wa’a Tonggo Dese (Sirajuddin).

Selain itu, empat sisi bangunan merupakan simbol daerah asal para gurunya yaitu muballig yang berasal dari Gowa, Tallo, Luwu dan Bone. Tiang bangunan masjid ada delapan, yang berbentuk nggusu waru (segi delapan) merupakan simbol dari empat orang putera dan keluarga istana dan empat daerah asal para mubalig dari Gowa, Tallo, Luwu dan Bone (ada juga yang menyatakan berbentuk persegi 5 dan bertiang dua puluh. Luas bangunan masjid tersebut tidak diketahui kecuali dengan melihat luas bekas bangunan yang sampai sekarang masih ada.

Beberapa pengamat lokal menyimpulkan kalau seandainya La Kai tidak melarikan diri dan berhasil bersembunyi dari kejaran Raja Salise di Dusun Kamina ini, Kesultanan Bima tidak akan berdiri dan dikenal sampai ke penjuru dunia. Praktis Islam juga otomatis tidak akan menjadi agama kesultanan pada saat itu. Oleh karena itu, Sigi Kamina atau Sigi Kalodu layak dijadikan sebagai tonggak awal masuknya Islam di Bima, selain Sigi Kampo Nae di Sape.



Follow Twitter @Info_Mbojo & Facebook Info Mbojo


My Great Web page
Share this article :

0 Komentar:

Posting Komentar

Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re

 
Support : Forum Dou Mbojo | Tofi Foto | Info Mbojo
Copyright © 2007. Mbojo Network, Berita dan Informasi Bima Dana Mbojo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Dominion Rockettheme
Proudly powered by Blogger