Pasca dikeluarkannya SK 188/2012 tentang pencabutan SK 188/2010 tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) oleh Bupati Bima, persoalan di Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, belum usai. Warga masih melakukan pemblokiran akses jalan kecamatan penghubung antara Kecamatan Sape, Lambu dan Langgudu.
Meski pemblokiran dan digelarnya Pam Swakarsa pada malam hari dan pada siang harinya dibuka, aktivitas perekonomian di wilayah itu masih tersendat. Warga dilaporkan masih belum membuka sepenuhnya blokade jalan, terutama blokade yang menggunakan tumpukan kayu besar serta tumpukan batu. Mobil yang melintas harus melalui jalan perkampungan yang
sempit untuk mencapai Kecamatan Langgudu dari arah Kecamatan Sape.
Juru Bicara Front Rakyat Anti Tambang (FRAT), elemen warga penggerak massa penyebab insiden berdarah di Pelabuhan Sape danpPembakaran Kantor Bupati Bima, Muliadin, saat dihubungi RRI mengatakan, sikap memberlakukan buka tutup itu, digunakan untuk mengatisipasi adanya sweeping oleh aparat kepolisian pada malam hari.
Sementara itu, rapat akbar yang rencananya akan digelar Senin (6/2) depan itu, untuk mengambil sikap terkait tawaran warga yang meminta kepolisian untuk mengahapus status tersangka 46 dari 53 warga yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam insiden berdarah d Pelabuhan Sape pada 24 Desember 2010 lalu. Selain itu, atas insiden pembakaran kantor bupati warga juga meminta aparat kepolisian untuk tidak dilakukan pengusutan, karena insden tersebut murni bentuk protes warga.
“Rencananya kami akan menggelar rapat akbar yang harus dihadiri oleh Pemerintah Kabupaten Bima, Muspida dan Komnas HAM. Itu untuk mencari solusi terbaik bagi warga dan pemerintah,” katanya.
Sementara itu, Hasanudin, salah satu koordinator lapangan insiden Pelabuhan Sape yang ikut dibebaskan warga pasca pembakaran Kantor Bupati Bima, 26 Januari lalu, mengatakan, sebetulnya dia memiliki keinginan kuat untuk menyerahkan diri. Namun, karena pembebasannya dilakukan oleh warga, ia lebih memilih menyerahkan kembali kepada warga. Jika warga menghendaki dirinya menyerahkan diri, maka ia akan menurutinya.
“Saya secara pribadi ingin proses hukum diteruskan, namun karena kami dibebaskan paksa oleh warga, jadi saya menunggu keputusan warga,” katanya.
Sementara itu, dalam insiden pembakaran Kantor Bupati Bima, 26 Januari 2012 lalu , polisi telah memeriksa 10 saksi. Bahkan, Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), baik dari Polres Bima Kota, Polda Bali dan Mabes Polri, telah turun melakukan Olah TKP. Sejauh ini, kepolisian belum mengumumkan hasil Olah TKP yang telah selesai dilakukan. Polisi hingga kini masih tetap mengimbau kepada 46 warga yang dibebaskan paksa oleh warga untuk mengikuti jejak tujuh
mahasiswa yang juga ikut dibebaskan paksa oleh warga, yang telah menyerahkan diri.
Kapolda NTB Brijen (Pol) Arif Wachyunadi menjamin tidak akan ada sweeping yang dilakukan oleh polisi. Adanya 800 pasukan Brimob dari Polda NTB dan Polda Jatim itu, murni untuk menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Sampai saat ini kami masih melakukan penyelidikan, hasilnya belum karena sekali lagi masih dalam penyelidikan,” katanya.
Sementara itu, aktivitas pemerintahan di Sekretariat Daerah dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bima, masih belum normal. Sekretariat Daerah yang berkantor sementara di Gedung Balai Loka Kerja (BLK) Kabupaten Bima, belum beraktivitas normal, karena perlengkapan kantor ikut terbakar dalam insiden 26 Januari lalu. Pegawai hanya mengerjakan pekerjaan mereka dengan cara manual. Sementara PUD Bima juga masih berkantor di gudang logistik milik KPUD. (rri.co.id)
Follow Twitter @Info_Mbojo & Facebook Info_Mbojo
0 Komentar:
Posting Komentar
Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re