Sumber-sumber sejarah tentang Bima bisa ditemukan dalam beberapa sumber yakni: Prasasti atau batu, sumber tertulis dalam bentuk kitab, dan sumber lisan berupa cerita rakyat (mpama). Berikut uraian sumber-sumber sejarah Dana Mbojo.
Sumber Sejarah
1. Prasasti atau Batu Betulis
a. Wadu Pa’a dan Wadu Tunti
Wadu pa’a dan wadu tunti memiliki arti batu pahat dan batu tulis. Di Asakota di Kampung Sowa ditemukan situs Wadu Pa’a yang telah tertimbun batu laut yang merupakan kompleks percandian yang dipahatkan pada batu karang. Pemahatan sepeerti itu banyak terdapat di India. Prasasti ditulis dengan aksara Jawa Kuno dan belum terbaca sampai sekarang.
Selain situs Wadu Pa’a ada pula situs Wadu Tunti yang terdapat di Desa Padende Kecamatan Donggo dan situs Parapi di Desa Parangina Kecamatan Sape.
1. Prasasti atau Batu Betulis
a. Wadu Pa’a dan Wadu Tunti
Wadu pa’a dan wadu tunti memiliki arti batu pahat dan batu tulis. Di Asakota di Kampung Sowa ditemukan situs Wadu Pa’a yang telah tertimbun batu laut yang merupakan kompleks percandian yang dipahatkan pada batu karang. Pemahatan sepeerti itu banyak terdapat di India. Prasasti ditulis dengan aksara Jawa Kuno dan belum terbaca sampai sekarang.
Selain situs Wadu Pa’a ada pula situs Wadu Tunti yang terdapat di Desa Padende Kecamatan Donggo dan situs Parapi di Desa Parangina Kecamatan Sape.
b. Wadu Nocu
Di Desa Padende ditemukan dua bangunan kuno berupa Wadu Nocu (batu lesung) dan Tolo Wadu Tunti (sawah batu tulis). Kedua bangunan ini mempunyai hubungan satu dengan lainnya sehingga merupakan suatu kompleks percandian. Wadu Nocu adalah bekas perkuburan tua dan ada tanda-tanda dijadikan tempat bertapa. Pada Tolo Wadu Tunti yang terletak di kaki Doro (Bima : Gunung) Salunga terdapat sejumlah patung, padanya terdapat lukisan perwayangan seperti di jawa. Patung Desa Syiwa berdiri sendiri dengan patung 2 orang pengiring yang berada di sebelah selatan. Di sebelah utara terdapat sebuah patung yang memberikan 5 buah guci wasiat dan diterima dengan hidmat dan patuh. Prasasti Wadu Tunti beraksara Jawa Kuno dan beum terbaca.
Menurut keyakinan masyarakat stempat, Wadu Nocu merupakan kuburan Patih Gajah Mada. Keyakinan tersebut diungkapkan secara turun temurun oleh penjaga kuburan kepada siap saja yang datang.
Dari kenyataan yang ada memberikan petunjuk bahwa disana pada jaman sebelum Islam sudah ada tata kehidupan yang teratur berdasarkan Hindu-Syiwa.
Dalam sejarah disebutkan, selesai Patih Gajah Mada menaklukkan Bali, ia berkeinginan untuk menaklukkan daerah-daerah di sebelah timur Bali. Ekspedisi Majapahit di bawah pimpinan senapati Sarwajala Nala menyerang Sumbawa. Dadelanata yang mempertahankan Sumbawa dapat ditaklukkan. Penyerangan dan kekalahan Dadelanata tersebut dibuktikan dengan ditemukannya sebuah prasasti perunggu yang bertahun saka bertepatan dengan tahun 1357 M. Prasasti itu dikeluarkan oleh Kerajaan Majapahit yang memuji-muji keberanian Panglima Nala.
c. Wadu Tunti Parapi
Wadu Tunti Parapi ditemukan di Desa Parangina Kecamatan Sape. Prasasti tersebut beraksara arab-Melayu yang memberikan informasi bahwa di tempat itu telah dilakukan sumpah setia antara La Kai atau Sultan Abdul Kahir Ruma Ma Bata Wadu dengan para pengikutnya yang setia untuk menentang Raja Salisi Mantau Asi Peka. Sumpah dilakukan setelah mereka semua memeluk Agama Islam. Untuk mengukuhkan sumpah, mereka meminum darah yang diteteskan dari bagian tubuh masing-masing. Sumpah berlaku sampai anak-cucu mereka.
Dari Parangina mereka bersama 4 orang gurunya dari Gowa, Tallo,Bone dan Lawu melanjutkan perjalanan menuju Desa Kalodu di Wawo Tengah Kecamatan Wawo.
Di Desa Padende ditemukan dua bangunan kuno berupa Wadu Nocu (batu lesung) dan Tolo Wadu Tunti (sawah batu tulis). Kedua bangunan ini mempunyai hubungan satu dengan lainnya sehingga merupakan suatu kompleks percandian. Wadu Nocu adalah bekas perkuburan tua dan ada tanda-tanda dijadikan tempat bertapa. Pada Tolo Wadu Tunti yang terletak di kaki Doro (Bima : Gunung) Salunga terdapat sejumlah patung, padanya terdapat lukisan perwayangan seperti di jawa. Patung Desa Syiwa berdiri sendiri dengan patung 2 orang pengiring yang berada di sebelah selatan. Di sebelah utara terdapat sebuah patung yang memberikan 5 buah guci wasiat dan diterima dengan hidmat dan patuh. Prasasti Wadu Tunti beraksara Jawa Kuno dan beum terbaca.
Menurut keyakinan masyarakat stempat, Wadu Nocu merupakan kuburan Patih Gajah Mada. Keyakinan tersebut diungkapkan secara turun temurun oleh penjaga kuburan kepada siap saja yang datang.
Dari kenyataan yang ada memberikan petunjuk bahwa disana pada jaman sebelum Islam sudah ada tata kehidupan yang teratur berdasarkan Hindu-Syiwa.
Dalam sejarah disebutkan, selesai Patih Gajah Mada menaklukkan Bali, ia berkeinginan untuk menaklukkan daerah-daerah di sebelah timur Bali. Ekspedisi Majapahit di bawah pimpinan senapati Sarwajala Nala menyerang Sumbawa. Dadelanata yang mempertahankan Sumbawa dapat ditaklukkan. Penyerangan dan kekalahan Dadelanata tersebut dibuktikan dengan ditemukannya sebuah prasasti perunggu yang bertahun saka bertepatan dengan tahun 1357 M. Prasasti itu dikeluarkan oleh Kerajaan Majapahit yang memuji-muji keberanian Panglima Nala.
c. Wadu Tunti Parapi
Wadu Tunti Parapi ditemukan di Desa Parangina Kecamatan Sape. Prasasti tersebut beraksara arab-Melayu yang memberikan informasi bahwa di tempat itu telah dilakukan sumpah setia antara La Kai atau Sultan Abdul Kahir Ruma Ma Bata Wadu dengan para pengikutnya yang setia untuk menentang Raja Salisi Mantau Asi Peka. Sumpah dilakukan setelah mereka semua memeluk Agama Islam. Untuk mengukuhkan sumpah, mereka meminum darah yang diteteskan dari bagian tubuh masing-masing. Sumpah berlaku sampai anak-cucu mereka.
Dari Parangina mereka bersama 4 orang gurunya dari Gowa, Tallo,Bone dan Lawu melanjutkan perjalanan menuju Desa Kalodu di Wawo Tengah Kecamatan Wawo.
d. Candi dan stupa
Bangunan kuno yang berciri Hindu dan Budha berupa candi dan stupa sudah dikenal dikalangan masyarakat Bima. Raja Bicara buyut dari Raja Indra Zamrud bermukim di Bata Ncandi (Telaga candi) Kecamatan Bolo. Disamping itu, dihalaman SDN VIII Sila terdapat 3 fragmen batu yang merupakan fragmen candi yang berbentuk ratna atau amakala. Dengan fragmen tersebut maka candi itu sendiri sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang berpengaruh Hindu.
Bangunan kuno yang berciri Hindu dan Budha berupa candi dan stupa sudah dikenal dikalangan masyarakat Bima. Raja Bicara buyut dari Raja Indra Zamrud bermukim di Bata Ncandi (Telaga candi) Kecamatan Bolo. Disamping itu, dihalaman SDN VIII Sila terdapat 3 fragmen batu yang merupakan fragmen candi yang berbentuk ratna atau amakala. Dengan fragmen tersebut maka candi itu sendiri sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang berpengaruh Hindu.
e. Kompleks Ncuhi Parewa
Di Gunung Parewa Kecamatan Monta terdapat Doro (Gunung) Sarumbu. Disana terdapat Wadu Nocu yang bentuknya mirip dengan yang terdapat di Padende. Modelnya tersususn 6 menjadi satu. Bekas tutupnya berserakan di sekitarnya. Mendaki ke utara terdapat bekas bangunan, kemungkinan sekali bekas istana jaman dahulu yang mengingatkan pada Ncuhi Parewa yang bermukim di kawasan tersebut. Dalam komplek bekas bangunan terdapat bagian bangunan dapur yang dikelilingi bukit-bukit. Disana terdapat batu berbentuk bulat telur seakan-akan bekas dapur.
Di Gunung Parewa Kecamatan Monta terdapat Doro (Gunung) Sarumbu. Disana terdapat Wadu Nocu yang bentuknya mirip dengan yang terdapat di Padende. Modelnya tersususn 6 menjadi satu. Bekas tutupnya berserakan di sekitarnya. Mendaki ke utara terdapat bekas bangunan, kemungkinan sekali bekas istana jaman dahulu yang mengingatkan pada Ncuhi Parewa yang bermukim di kawasan tersebut. Dalam komplek bekas bangunan terdapat bagian bangunan dapur yang dikelilingi bukit-bukit. Disana terdapat batu berbentuk bulat telur seakan-akan bekas dapur.
f. Kompleks Peninggalan Hindu-Syiwa
Di Desa Tato Kecamatan RasanaE terdapat komplek peninggalan Hindu-Syiwa di dalam kebun kenari di tengah persawahan. Pada tahun 1860 bangunan peninggalan jaman Hindu tersebut dimusnahkan oleh Bicara Ahmad Daeng Manasa yang dianggapnya sebagai tempat berhala. Patung-patung dibongkar, dibersihkan, dibuang ke laut dan pohon kenari ditebang habis.
g. Dana Taraha
Dana Taraha merupakan komplek perkuburan Islam. Di sana terdapat 2 kuburan berkubah susun yang terletak di pinggiran. Di sebelah utara dimakamkan Sultan Abdul Kahir, raja pertama yang beragama Islam dimakamkan secara Islam dengan membaringkan kepala ke arah utara dan kaki ke arah selatan. Kuburan memakai semen batu kapur. Pada bangunan lain berbentuk kubah terbuat dari semen batu kapursegi empat ditulis suatu aksara Arab dengan transkripsi “yang terkubur guru dari Sultan yang bernama Jalaluddin”. Di bagian selatan terdapat sebuah kubah rendah yang terbuat dari semen kerikil yang merupakan kuburan anak Raja Bolo.
Tidak ada ditemukan sisa-sisa bangunan rumah penduduk yang terbuat dari batu/bata. Diduga bahwa rumah penduduk dibangun dari bahan kayu dan bambu yang tidak dapat tahan lama.
2. Sumber Tertulis
Satu-satunya kitab kuno sebagai sumber kerajaan Bima adalah “BO”. Kitab BO ditulis pertama kali pada masa pemerintahan Raja Manggapo Jawa yang didampingi oleh orang pandai yang bernama Ajar Panuli. Namun bukti peninggalannya tidak ada. Menurut penuturan secara turun temurun, kitab BO ditulis pada masa pemerintahan Tureli Nggapo La Mbila anak Bilmana. Kitab ini ditulis dalam aksara Bugis dan bahasa Bima yang ditulis pada daun lontar. Sisa BO lontar tersebut masih ditemukan hingga tahun 1935, kemudian menghilang.
Pada tahun 1950 H. Sultan Abdul Kahir memperbaharui BO dengan menggunakan kertas menjadi buku dalam aksara Arab-Melayu, berbahasa melayu dan Bima.
Sumber Lisan (Cerita Rakyat)
Beberapa cerita rakyat yang dimiliki masyarakat Bima adalah Oi Mbo (mata air), La Hila putera raja yang hilang, La Monca (Si Kuning), La Daju (Si Malas). Dalam ceritacerita tersebut terkandung pelajaran yang mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan.
Selain cerita rakyat, terdapat pula syair, pantun dan ungkapan. Beberapa contoh syair/pantun dan ungkapan masyarakat Bima adalah:
Kidi di donggona ma ese,
Sera ma kalau, so ma paja,
Di ntanda ka sabua, eda ka sama,
Ada na sa dana mbojo
Arti : bila anda berdiri, berdirilah di tempat yang paling tinggi, dataran yang lapang dan luas terbentang agar anda dapat memandang yang menyeluruh dan melihat yang sama, rakyat seluru Kerajaan Bima/Kabupaten Bima
Makna : mengingatkan/menasihatkan kepada penguasa atau yang menerima tanggung jawab dan amanat mengurus kepentngan orang banyak agar berlaku adil untuk semua masyarakat Bima tanpa ada perbedaan satu dengan lainnya.
wati pili di tembe kala,
nahu ku pili di tembe sangge,
baloamu coma ma cili lolu.
Arti : tidak ingin dan cinta kepada sarung merah, aku lebih ingin dan cinta kepada sarung asli (sarung berwarna hitam kebiruan). Mengapa kamu secara diam-diam tersembunyi menyisipkan benang (merah) tersebut ?
Makna : tembe kala dan lolu kala adalah kiasan yang terhadap agama Islam. Tembe sangge adalah kiasan untuk marafu yaitu kepercayaan asli orang Donggo. Coma ma cili lolu kata kiasan untuk perkawinan campuran antara orang Donggo dengan pendatang pembawa Islam
Hal ini menggambarkan betapa sulitnya orang Donggo pada awal menerima syiar agama Islam sampai tahun 1910. mereka lebih mencintai dan meyakini kebenaran kepercayaan marafu yang ditinggalkan dan diwariskan oleh nenek moyangnya. Dan mereka mempertanyakan atau memprotes adanya upaya para da’i melakukan perkawinan campuran dengan warga Donggo.
hawo ro ninu
arti : kerindangan serta bayangannya menjadi tempat untuk berteduh dikala panas dan hujan
makna : seorang raja atau sultan dipersonifikasikan bagaikan sebatang pohon yang rindang . kerindangan atau kekuasaan sang raja menjadi tempat untuk memancarkan keadilan dan berlindung dari kezaliman.
ngaha aina ngoho
arti : mencari nafkah/makan jangan dengan berladang liar.
Makna : merupakan nasehat untuk berhemat, apa yang diperoleh hari ini sisakan untuk besok. Dalam makana lebih luas, hemat yang dimaksud tidak hanya dalam bidang ekonomi namun juga dalam hal menggunakan sumberdaya air, tanah, dan api. Untuk kepentingan sekarang dan anak-cucu di masa mendatang.
maja labo dahu
arti : malu dan takut
makna : nasehat untuk malu dan takut melakukan perbuatan salah, bukan hanya dihadapan manusia tapi semata-mata malu dan takut terbesar dihadapan Allah SWT.
nggahi karawi kapahu3. Sumber Luar Daerah
arti : perkataan, perbuatan, dan tingkah laku
makna : hendaknya apa yang dikatakan selaras dengan perbuatan dan tingkah laku dan hati nurani.
Tanah Bima pada jaman pra sejarah atau jaman Naka menurut sebutan orang Bima, tidak sepi dari kunjungan ras bangsa Paleo Mongoloide yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia. Karena letaknya di kawasan selatan dan sepi di luar pelayaran dan perdagangan Indonesia, maka penghuni daerah ini seolah-olah terpisah dari penghuni bagian barat Indonesia. Pada saat itu, tidak ada sama sekali berita ataupun catatan tentang Bima.
Setelah Sang Bima bertemu dengan Sang Naga bersisik emas di pulau Satonda, sejak itu, Bima mempunyai hubungan nyata dengan pulau Sumbawa. Sang Bima diduga seorang bangsawan Jawa, langsung atau tidak langsung bangsawan Majapahit. Bima tercatat dalam kitab Negarakartagama, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Pada masa pemerintahan Raja Ma Waa Paju Longge, Bima mulai mengadakan hubungan dengan Gowa dan mulai melakukan pencetakan sawah. Pada abad XVI Bima menjadi salah satu daerah gudang beras di Indonesia. Beras memegang peranan penting dalam barter, yang mengantarkan Bima ke dalam jalur peta perdagangan Indonesia. Dan sejak saat itu, Bima mulai disebut-sebut dalam journal pelayaran orang Portugis dan orang Belanda serta perdagangan Jawa.
Sumber :
Sejarah Bima Dana Mbojo (Oleh : H. Abdullah Tajib, BA)
0 Komentar:
Posting Komentar
Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re