Luas, padat dan kuno. Itulah kesan dari bangunan Museum Asi Mbojo tertangkap terletak di jantung Bima. Bangunan itu dulunya sebuah istana Kesultanan Bima, sekarang berfungsi sebagai museum.
Asi Mbojo Museum tidak hanya saksi sejarah Bima, lebih dari itu ia terus sebuah peradaban cerita benang merah panjang temali dari kesultanan Bima Bima sampai sekarang.
Asi Mbojo Museum tidak hanya saksi sejarah Bima, lebih dari itu ia terus sebuah peradaban cerita benang merah panjang temali dari kesultanan Bima Bima sampai sekarang.
Museum Asi Mbojo Bima Arsitektur adalah kombinasi unik dan Belanda. Bangunan kokoh dan menjulang tinggi yang terdiri dari dua lantai dan meliputi area seluas tidak kurang dari lima tahun.
Asi Mbojo Bima berarti Istana. Istana ini dibangun pada tahun 1927 dan secara resmi menjadi Kesultanan Bima istana pada tahun 1929. Bangunan Kraton diapit oleh dua gerbang di sisi barat dan timur.
Asi Mbojo tata letak tidak jauh berbeda dengan pengadilan lain di negara ini. Istana menghadap barat dan di depannya kliring atau plaza bernama Serasuba.
Asi Mbojo Bima berarti Istana. Istana ini dibangun pada tahun 1927 dan secara resmi menjadi Kesultanan Bima istana pada tahun 1929. Bangunan Kraton diapit oleh dua gerbang di sisi barat dan timur.
Asi Mbojo tata letak tidak jauh berbeda dengan pengadilan lain di negara ini. Istana menghadap barat dan di depannya kliring atau plaza bernama Serasuba.
Itulah di mana raja dikatakan muncul di depan umum di depan orang pada saat-saat tertentu, seperti upacara-upacara penting ketika dipegang atau perayaan hari besar keagamaan. Serasuba juga menjadi arena pelatihan pasukan kerajaan.
Seiring dengan berakhirnya kesultanan pada tahun 1952, kemudian berakhir Asi Mbojo peran sebagai pusat pemerintahan, pusat seni dan perkembangan budaya, pusat penyiaran pusat pengadilan Islam dan adat.
Museum Asi Mbojo menyimpan peninggalan raja-raja dan sultan Bima. Pada gapura kedua tidak ada lagi anggota pasukan penjaga kekaisaran. Serasuba persegi fungsi telah berubah menjadi lapangan sepakbola, dan sekarang menjadi alun-alun.
Memasuki gedung museum Asi Mbojo, di lantai pertama di sebelah kanan, koleksi akaian langsung disampaikan kepada adat perkawinan di antara kaum bangsawan dan rakyat jelata berikut pelaminannya.
Di sisi lain, ada lemari yang menyimpan sejumlah koleksi alat-alat pertanian, peralatan berburu, peralatan transportasi, instrumen yang digunakan dalam bidang perikanan, peralatan memasak, sendok garpu dan sebagainya.
Koleksi lain termasuk pakaian tradisional Bima, tari pakaian untuk seni, koleksi buku Sultan, senjata api zaman Portugis dan Belanda dan koleksi lainnya.
Di sebelah kiri ada ruang untuk menyimpan koleksi senjata seperti keris, trisula dan peralatan perang lainnya. Tidak kurang dari 100 koleksi di dalam ruangan. Koleksi di tempat tersebut semuanya terbuat dari emas dan perak.
Setelah menaiki tangga di tengah ruangan, di lantai dua ada sejumlah kamar atau kamar tidur keluarga Sultan. Di antaranya kamar ada kamar pernah digunakan oleh Presiden Soekarno, ketika mengunjungi Bima, Presiden Soekarno mengunjungi Kesultanan Bima pada tahun 1945 dan 1951.
Kesultanan Bima adalah kerajaan yang terletak di Bima. Penduduk daerah ini dulunya Hindu (Siwa). Menurut catatan lama Istana Bima, pada masa pemerintahan raja-raja yang menanggung judul "Ta Ma Bata Wadu Ruma", menikah dengan adik dari istri Sultan Alauddin Makassar bernama Daeng Sikontu, putri Karaeng Kassuarang.
Ia menerima agama Islam di 1050 AH 1640 AD tahun atau King atau Sangaji Bima dijuluki "Sultan" Sultan Bima I (Sultan Abdul Kahir).
Setelah Sultan Bima aku mati dan digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Abdul Khair Sirajuddin Sultan II, maka mengubah sistem pemerintahan berdasarkan "Hadat dan Hukum Islam".
Sementara itu, Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke-XI) dari pernikahannya melahirkan Sultan Salahuddin yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke-XII sebagai Sultan terakhir dari Bima.
Mengunjungi Museum Asi Mbojo memang agenda yang menarik, tetapi untuk menjangkau mereka dari Mataram, ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), butuh waktu lama.
Terutama musim kering untuk membuat udara kurang bersahabat. Panas dan udara kering cat dan daerah pertanian di wilayah tersebut karena intensitas curah hujan di Bima sangat rendah.
Perjalanan darat dari Poto Tano persimpangan di Kabupaten Sumbawa menuruni bukit sampai ke Bima Dompu, yang terlihat hanya bukit-bukit gundul dengan pohon-pohon, sedangkan padang rumput di kering.
Sepertinya tidak ada pemandangan menarik sepanjang perjalanan selama musim panas di pulau Sumbawa, kecuali penyebaran pantai dengan air biru yang masih meninggalkan kesan teduh.
Bima adalah salah satu kota di pulau Sumbawa, yang merupakan bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Barat. Untuk mencapai Kota Mataram dapat dilakukan oleh garis darat atau udara.
Jika diambil melalui perjalanan darat, dari Mataram harus perjalanan darat ke pelabuhan penyeberangan di Lombok Timur (Kayangan). Perjalanan waktu antara Mataram-Lombok Timur berkisar antara 2-3 jam.
Perjalanan masih harus terus menyeberang ke Poto Tano Sumbawa dengan waktu tempuh antara 1,5 - 2 jam. Setelah tiba di pelabuhan Poto Tano Pulau Sumbawa, perjalanan ke Bima masih memiliki jarak sekitar 350 mil (kurang lebih 9-10 jam perjalanan darat).
Meskipun jalan beraspal, tetapi untuk perjalanan sejauh itu perlu konsentrasi tinggi, karena cara di mana gulungan atas dan ke bawah di sepanjang bukit dan ngarai yang curam di sisi jalan.
Namun, jika Anda ingin perjalanan yang lebih pendek, dari Bandara Selaparang di Mataram, dapat langsung terbang ke jurusan Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima. Ini memakan waktu sekitar 30 menit.
Jika ditempuh melalui jalan darat, beberapa kilometer sebelum memasuki kota Bima, tepatnya ke wilayah Bolo, sepanjang kiri jalan mulai tampak hamparan tambak garam. Ratusan bahkan ribuan hektar petak tambak garam.
Para petani memanen garam laut setelah air disalurkan ke petak kolam, mulai memproduksi kristal putih garam. Lainnya memasukkannya ke dalam karung. Harga per kantong (60 kilogram) dari Rp.60.000.
Beberapa waktu setelah itu mulai muncul panorama Pantai Lawata. Pantai dengan panjang sekitar setengah kilometer yang ketika liburan dikunjungi banyak orang. Karena lokasinya sebelum memasuki kota, pantai Lawata dijuluki oleh beberapa sebagai pantai menyambut.
Meskipun untuk mencapai Museum Asi Mbojo butuh waktu lama, tetapi akan terbayar dengan banyak cerita sejarah Bima legendaris.
0 Komentar:
Posting Komentar
Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re