Home » , , » Masyarakat Bima dan Budaya Yang Mempengaruhinya

Masyarakat Bima dan Budaya Yang Mempengaruhinya


Dalam menjalani hidupnya, pada masyarakat yang hidup baik pada jaman dahulu, sekarang maupun pada masa yang akan datang akan selalu mengalami kontra kebudayaan, disatu pihak mereka akan terus mempertahankan budaya asli yang menjadi ciri khas dan cikal bakal keberadaannya. Namun dilain pihak ada dorongan kuat untuk hidup lebih maju, efisien dan efektif sebagai menifestasi dari kebudayaan yang lebih maju dan beradab. Salah satu cara untuk mengetahui arah kecenderungan masyarakat dalam memilih kebudayaan yang akan digunakan dalam hidupnya dapat dilihat dari apakah unsur-unsur kebudayaan di  kampung tradisional mengalami perubahan  atau tetap bertahan.
Masyarakat di Kabupaten Bima dari dari 2 suku, yaitu Dou Donggo dan Dou Mbojo. Dou Donggo (Dou = orang, Donggo = Gunung) merupakan suku asli Bima yang masih mempertahankan kebudayaan lama yang menyembah roh-roh nenek moyang dan memiliki ketergantungan hidup yang tinggi terhadap alam. Sedangkan Dou Mbojo (Dou = orang, Mbojo = Sebutan oleh Penduduk Bima bagi Kota Bima) merupakan suku asli Bima yang timbul setelah melakukan interaksi dan lebih fleksibel menerima pengaruh dari kebudayaan masyarakat pendatang.

Masyarakat Bima terdiri dari Dou Donggo dan Dou Mbojo yang masing-masing tersebar dalam beberapa wilayah di Kota dan Kabupaten Bima. Dengan melihat keberadaaan suku-suku yang ada di Bima, maka secara hierarkis terlihat adanya keterkaitan kebudayaan yang menyangkut keberadaaan kebudayaan asli dan kebudayaan masyarakat pendatang.
Dalam kaitannya dengan pengaruh kebudayaan asli dan pengaruh kebudayaan masyarakat pendatang, telah mengalami 5 fase kebudayaan yang kemudian mempengaruhi sistem ruangnya.. Fase-fase tersebut adalah: 
  1. Fase Ncuhi, yaitu fase kehidupan masyarakat Maria dengan kebudayaan yang masih asli tanpa adanya pengaruh/campur tangan dari kebudayaan lain sebagaimana kehidupan Dou Donggo dengan sistem pemerintahan Ncuhi yang bersifat kharismatik dan memiliki ikatan darah dengan masyarakat Maria.
  2. Fase Kerajaan, yaitu fase masuknya pengaruh kebudayaan Jawa dengan sistem pemerintahan Kerajaan. Namun kebudayaan Dou Donggo  tetap menjadi pedoman pokok kehidupan masyarakat.
  3. Fase Kesultanan, yaitu fase masuknya pengaruh kebudayaan Minang-Makasar dengan sistem pemerintahan kesultanan. Pada fase ini, masyarakat Maria mengadakan interaksi dan menerima pengaruh kebudayaan Minang-Makasar yang memiliki perbedaaan yang menonjol dalam hal sistem religi dengan Dou Donggo. Sejak fase ini, masyarakat Maria menjadi bagian dari suku Dou Mbojo.  
  4. Fase Penjajahan, yaitu fase masuknya pengaruh dari Belanda dengan sistem pemerintahan kesultanan dibawah jajahan atau pe ngendalian Belanda.
  5. Fase Sekarang, yaitu fase masuknya kebudayaan Jawa, Lombok, Sumbawa, Kalimantan dan sebagainya.
Interaksi antara kebudayaan asli dengan kebudayaan masyarakat pendatang pada beberapa fase di atas menyebabkan masyarakat di Desa Maria mengalami suatu kondisi transisi antara mengikuti kebudayaan masyarakat pendatang baik yang sifatnya tradisional maupun modern atau tetap mempertahankan kebudayaan aslinya. Keadaan ini dapat diidentifikasi dari sistem ruang yang memiliki tiga wajah, yaitu: kawasan asli/ mempertahankan ketradisionalannya, kawasan yang mengalami perpaduan antara bentuk asli dengan bentuk kebudayaan masyarakat pendatang, dan berbentuk kebudayaan masyarakat pendatang (yang bersifat tradisional maupun modern). 
Kecenderungan masyarakat di De sa Maria untuk mempertahankan kebudayaan aslinya pada umunya terlihat dari beberapa aspek, antara lain: masih eratnya hubungan kekeluargaan, pola bermukim yang berkelompok berdasarkan ikatan darah, keberadaaan lumbung (lengge), dan kegiatan berladang. Aspek-aspek ini merupakan bagian dari kebudayaan yang sangat penting dalam tatanan kehidupan dan ekonomi masyarakat, sehingga sangat sulit berubah atau ditinggalkan. Kebudayaan seperti ini disebut sebagai Cultural core (kebudayaaan inti), sedangkan kecenderungan masyarakat terhadap kebudayaan lain terlihat dari adanya pembangunan berbagai fasilitas (seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, perkantoran, dll), sarana  dan prasarana jalan, model pakaian, senjata, peralatan rumah tangga, transportasi, dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut merupakan bagian dari unsur kebudayaan yang disebut Cultural Secondary yang dapat berubah dan diterima dengan mudah. 

M. Taufiqurrahman

Santabe ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso


Follow Twitter @Info_Mbojo & Facebook Info Mbojo


My Great Web page

Share this article :

0 Komentar:

Posting Komentar

Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re

 
Support : Forum Dou Mbojo | Tofi Foto | Info Mbojo
Copyright © 2007. Mbojo Network, Berita dan Informasi Bima Dana Mbojo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Dominion Rockettheme
Proudly powered by Blogger