Home » , , , , » Prosesi Pernikahan Dou Mbojo (Orang Bima)

Prosesi Pernikahan Dou Mbojo (Orang Bima)


Pernikahan atau nika ra neku dalam tradisi Bima memiliki aturan baku. Aturan itu cukup ketat sehingga satu kesalahan bisa membuat rencana pernikahan (nika) menjadi tertunda bahkan batal. Dulu, seorang calon mempelai laki-laki tidak diperkenankan berpapasan dengan calon mertua. Dia harus menghindari jalan berpapasan. Jika kebetulan berpapasan makan calon dianggap tidak sopan. Untuk itu harus dihukum dengan menolaknya menjadi menantu. Aturan yang ketat itu tentu menjadi bermakna karena ditaati oleh segenap anggota masyarakat. Kini, tentu saja aturan tersebut sudah ditinggalkan. Misalnya ngge’e nuru atau tinggal bersama calon mertua untuk mengabdi di sana.

Berikut tata cara dan urutan prosesi pernikahan Adat Bima / Mbojo

Panati atau Dou Sodi
Dalam tradisi Bima, Panati menjadi pintu gerbang menuju ke jenjang pernikahan. Panati adalah melamar atau meminang perempuan. Panati diawali dengan datangnya utusan pihak laki-laki ke orang tua perempuan. Utusan datang untuk menanyakan apakah sang gadis sudah memiliki kumbang atau calon suami. Bila memperoleh jawaban bahwa sang perempuan berstatus bebas, kembali dilakukan pendekatan untuk mengetahui apakah perempuan itu dapat dilamar. Jika lamaran itu diterima oleh pihak perempuan, si pria melakukan apa yang disebut wi’i nggahi. Pada hari yang ditetapkan, pertunangan diresmikan dalam Upacara Pita Nggahi.
Upacara melamar atau meminang dalam bahasa daerah disebut panati. Orang yang diutus untuk melakukan pinangan disebut Ompu Panati. Bila pinangan itu diterima, resmilah kedua remaja berada dalam ikatan pacaran. Satu dengan yang lain disebut dou sodi (dou artinya orang,sodi artinya tanya, maksudnya orang yang sudah ditanya isi hatinya dan sepakat untuk dinikahkan). Karena sudah saling diikat, yang seorang sudah menjadi dou sodi yang lain, kedua remaja itu tak bebas lagi untuk mencari pacar lain (Khaerul Muslim, 2001). Jika kedua remaja itu sudah mengikat janji, biasanya perempuan meminta sang pria agar mengirim orang tuanya. Biasanya sodi angitidak berlangsung lama melainkan langsung diikuti dengan melamar sang gadis. Tujuannya, antara lain, untuk menghindari fitnah dan hal-hal lain yang tidak terpuji.

Ngge’e Nuru 
Ngge’e nuru maksudnya calon suami tinggal bersama di rumah calon mertua. Ngge’e artinya tinggal, nuru artinya ikut. Pria sudah diterima lamarannya, bila kedua belah pihak menghendaki, sang pria diperkenankan tinggal bersama calon mertua di rumah calon mertua. Dia akan menanti bulan baik dan hari baik untuk melaksanakan upacara pernikahan. Datangnya sang pria untuk tinggal di rumah calon mertua inilah yang disebut dengan Ngge’e Nuru. Selama terjadinya ngge’e nuru, sang pria harus memperlihatkan sikap, tingkah laku dan tutur kata yang baik kepada calon mertuanya. Bila selama ngge’e nuru ini sang pria memperlihatkan sikap, tingkah laku dan tutur kata yang tidak sopan, malas dan sebagainya, atau tak pernah melakukan shalat, lamaran bisa dibatalkan secara sepihak oleh keluarga perempuan. Ini berarti ikatan sodi angi diantara dua remaja tadi putus. Tujuan utama ngge’e nuru ini adalah proses adaptasi antara sang pria dengan kehidupan calom mertua. Selama ngge’e nuru, pria tidak diperkenankan bergaul bebas dengan perempuan calon istrinya.

Wa’a Coi 
Wa’a coi maksudnya adalah upacara menghantar mahar atau mas kawin, dari keluarga pria kepada keluarga sang gadis. Dengan adanya upacara ini, berarti beberapa hari lagi kedua remaja tadi akan segera dinikahkan. Banyaknya barang dan besarnya nilai mahar, tergantung hasil mufakat antara kedua orang tua remaja tersebut. Pada umumnya mahar berupa rumah, perabotan rumah tangga, perlengkapan tidur dan sebagainya. Tapi semuanya itu harus dijelaskan berapa nilai nominalnya. Upacara mengantar mahar ini biasanya dihadiri dan disaksikan oleh seluruh anggota masyarakat di sekitarnya. Digelar pula arak-arakan yang meriah dari rumah orang tua sang pria menuju rumah orang tua perempuan. Semua perlengkapan mahar dan kebutuhan lain untuk upacara pernikahan seperti beras, kayu api, hewan ternak, jajan dan sebagainya ikut dibawa.

Mbolo Weki  
Mbolo weki adalah upacara musyawarah dan mufakat seluruh keluarga maupun handai taulan dalam masyarakat untuk merundingkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan hajatan/rencana perkawinan yang akan dilaksanakan. Dalam tradisi khitanan juga demikian. Hal-hal yang dimufakatkan dalam acara mbolo weki meliputi penentuan hari baik, bulan baik untuk melaksanakan hajatan tersebut serta pembagian tugas kepada keluarga dan handai taulan. Bila ada hajatan pernikahan, masyarakat dengan sendirinya bergotong royong membantu keluarga melaksanakan hajatan. Bantuan berupa uang, hewan ternak, padi/beras dan lainnya.

Teka Ra Ne’e
Teka ra ne’e ke keluarga yang melaksanakan hajatan merupakan kebiasaan di kalangan masyarakat Bima. Teka ra ne’e berupa pemberian bantuan pada keluarga yang mengawinkan putra putrinya. Bila upacara teka ra ne’e dimulai, berduyun-duyunlah masyarakat (umumnya kaum wanita) datang ke rumah keluarga tuan rumah membawa uang, bahan pakaian dan sebagainya. Selama acara pernikahan digelar keramaian seperti malam hadrah atau biola semalam suntuk. Ada pula olahraga seperti Guntaw atau tarian seperti Buja Kadanda.

Jambuta
Ada sebuah acara yang menjadi bagian dari prosesi perkawinan yaitu jambuta. Semula acara ini hanya berlaku di kalangan etnis Arab, namun akhirnya menjadi bagian dari tradisi Bima maupun Orang Melayu. Jambuta hampir sama tujuannya dengan Teka ra ne’e namun pelaksanaannya cukup satu hari. Sedang Teka ra ne’e berkisar antara dua hingga tiga hari.

Kapanca
Upacara ini dilaksanakan sehari sebelum calon penganti wanita dinikahkan. Setiba di uma ruka, calon pengantin wanita akan melaksanakan acar adat yang disebut kapanca, yaitu acara penempelan kapanca (inai) di atas telapak tangan calon pengantin wanita. Dilakukan secara bergiliran oleh ibu-ibu pemuka adat. 

Kapancamerupakan peringatan bagi si calon pengantin wanita bahwa dalam waktu yang tak lama lagi akan melakukan tugas sebagai istri atau ibu rumah tangga. Seiring dengan kegiatan kapanca, akan disuguhkan juga sejenis kesenian rakyat yang bernafaskan ajaran Islam yang disebut Ziki Kapanca yang dilakukan oleh para undangan. Mereka akan membawakan syair bernuansa Islam yang liriknya berisi pujian dan sanjungan pada Allah dan Rasul. Usai Ziki Kapanca dilanjutkan dengan pertunjukan kesenian dan musik Mbojo Bima semalam suntuk.

Akad Nikah 
Akad nikah merupakan puncak acara. Sebelum akad berlangsung, malamnya dilakukan upacara kapanca (memberi atau menghias daun pacar yang digiling halus pada jari-jari tangan dan kaki pengantin). Acara ini disebut londo dende, dimana pengantin pria diantar ramai-ramai oleh keluarga dan handai taulan dengan diiringi kesenian hadrah ke tempat pengantin wanita. Pengantin pria mengenakan pakaian adat pengantin. Kadang-kadang kedua pengantin diarak bersama-sama menuju tempat upacara. Seringkali pula hanya pengantin pria yang diarak. Pengantin wanita cukup menunggu di tempat upacara.

Di tempat pengantin wanita dipersiapkan berpakaian adat pengantin dan duduk di atas pelaminan yang dihias ornamen-ornamen tradisional. Duduknya di bawah (di atas kasur berhias) dengan bersimpuh menurut adat (doho tuku tatu’u). Ia didampingi seorang inang pengasuh dan dua remaja putri dari keluarga dekat yang bertugas mengipas, selain itu duduk pula dua orang laki-laki atau perempuan yang membawa alat penginang.

Di muka pelaminan duduk berbaris berhadap-hadapan putri-putri remaja yang membawa lilin berhias. Di belakang dan di samping mereka duduk para tamu ibu-ibu dan bapak-bapak. Orang tua pengantin wanita duduk di sebelah pelaminan. Ruangan tersebut dibatasi dengan tirai adat yang disebut Dindi Ra-Lara berwarna-warni. Biasanya dipakai warna merah, hijau, kuning dan putih.

Saat pengantin dan rombongan naik atau masuk ke ruangan, mereka berhenti di depan tirai. Terjadilah semacam dialog pendek antara pengantar (bapak-bapak) pengantin pria dengan penjaga tirai (bapak-bapak) pihak wanita. Setelah diserahkan uang pelumas dan sirih pinang, barulah tirai dibuka oleh ibu-ibu dari pihak wanita dari dalam tirai dan disambung dengan taburan beras kuning.

Masuklah pengantin pria dengan dikawal dua orang bapak atau ibu yang berhenti di depan pelaminan. Pengantin pria melangkah naik ke pelaminan dan menancapkan setangkai kembang ke atas gelung penganting wanita yang duduk membelakangi. Pengantin wanita mencabut kembangnya dan membuangnya (ini dilakukan tiga kali). Acara ini disebut nenggu. Setelah neggu, pengantin wanita berbalik dan sama-sama duduk berhadapan kemudian pengantin wanita sujud atau salaman dengan pengantin pria. Selanjutnya mereka duduk bersanding untuk disaksikan oleh undangan dan handai taulan.

Pada acara ini seluruh masyarakat, pemuka agama, laki prempuan diundang untuk menyaksikan dan memberi do’a restu. Pelaksanaan upacara ini bermacam-macam. Kadang-kadang hanya dengan selamat biasa yang biasa disebut do’a jama. Kadang-kadang dengan pesta yang cukup meriah dengan diiringi orkes atau band. Dengan disaksikan oleh seluruh tamu, dihadapan petugas agama, saksi khusus, pengantin pria duduk berhadapan dengan calon mertuanya, berpegangan tangan dalam posisi dua ibu jari kanan mereka saling dirapatkan. Dalam posisi demikian, diadakanlah akad nikah atau ijab kabul yang dalam bahasa daerah disebut lafa. Akad nikah atau ijab kabul atau lafa harus didahului dengan mengucapkan kalimat syahadat yang diucapkan oleh calon mertua atau wali dengan diikuti oleh mempelai pria.

Selesai mengucapkan akad nikah, resmilah si pria menjadi suami si wanita. Proses selanjutnya adalah mengantar pengantin laki-laki menuju tempat duduk pengantin wanita dengan diantar oleh penghulu atau siapa saja yang ada di sekitar itu untuk melakukan upacara caka(jengkal) yaitu ibu jari kanan pengantin pria diletakkan di atas ubun-ubun pengantin wanita yang disusul dengan saling berjabat tangan antar kedua pengantin yang selanjutnya mereka duduk bersanding.Caka dimaksudkan sebagai pertanda permulaan sang suami menyentuh istrinya dan mulai saat itu mereka sudah halal untuk bergaul sebagai suami istri.

Boho Oi Ndeu
Boho oi ndeu adalah mandi sebagai pertanda ucapan selamat tinggal atas masa remaja. Boho oi ndeu ini dilakukan sehari setelah akad nikah, dilangsungkan tapi sebelum pengantin bergaul sebagai suami istri. Pada upacara ini kedua pengantin duduk bersama pada tempat tertentu yang telah disediakan. Kemudian dari atas kepalanya oleh dukun dituangkan air yang sudah disiapkan dalam periuk tanah yang baru (roa bou; roa artinya periuk; bou berarti baru). Leher periuk dilingkari dengan segulung benang putih. Boho oi ndeu biasanya dilakukan pagi hari yang disusul dengan do’a selamatan pada sore harinya. Kedua pengantin duduk berdampingan, menduduki suatu alat tenun yang disebut lira, sedangkan badan mereka dililit dengan untaian benang tenun dari kapas putih sebagai lambang ikatan suci kemudian dilakukan siraman dengan air wangi-wangian. Inilah akhir dari upacara nika ra neku.

Acara mandi untuk calon pengantin wanita dilakukan juga sebelum upacara perkawinan, yakni pada pagi hari sebelum acara kapanca. Mandi ini disebut boho oi mbaru yang artinya memandikan atau menghapus masa kegadisan bagi calon pengantin wanita. Setelah mandi dilanjutkan dengan boru atau cukuran yaitu mencukur dahi calon mempelai wanita menurut bentuk dandanan yang diperlukan.

Pada hari ketiga, pengantin wanita diboyong ke rumah pengantin pria dalam acara yang disebut lao keka. Di tempat pengantin pria, diadakan acara pamaco, dimana kedua pengantin diperkenalkan pada para undangan yang satu per satu menyampaikan sumbangan, entah uang atau barang, bahkan secara simbolis menyerahkan seuntai tali apabila hadiahnya hanya merupakan seekor kerbau.


Follow Twitter @Info_Mbojo & Facebook Info_Mbojo
Share this article :

3 Komentar:

Ahyadin rite ambalawi mengatakan...

De semangi adat dou mbojo doho e

Unknown mengatakan...

Rumit juga ya

Unknown mengatakan...

Yah koq serumit ini sih, dan biayanya juga pasti banyak nih

Posting Komentar

Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re

 
Support : Forum Dou Mbojo | Tofi Foto | Info Mbojo
Copyright © 2007. Mbojo Network, Berita dan Informasi Bima Dana Mbojo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Dominion Rockettheme
Proudly powered by Blogger