Home » , , » Refleksi Sape: Ketika Masyarakat Selalu Kalah Melawan Penguasa dan Pengusaha

Refleksi Sape: Ketika Masyarakat Selalu Kalah Melawan Penguasa dan Pengusaha

Refleksi Sape: Ketika Masyarakat Selalu Kalah Melawan Penguasa dan Pengusaha
Kejadian demi kejadian kekerasan (represif aparat) terhadap masyarakat yang terjadi di negeri ini semakin mentasbihkan keyakinan saya bahwa penguasa negeri ini tidak berpihak lagi terhadap rakyatnya sendiri, tapi pada pengusaha yang menggelontorkan investasi yang menurut saya tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat sekitar pertambangan tersebut. 




Beberapa contoh bisa diambil dalam kasus yang sudah terjadi, bagaimana kekayaan alam Papua yang luar biasa, namun paradoksnya, masyarakat Papua tidak ada peningkatan yang signifikan terhadap kesejahteraan hidup mereka, lalu pertanyaan mendasar pasti akan muncul, "Siapakah yang diuntungkan dengan adanya tambang tersebut?", ketika msayarakat lokal menuntut hak kesejahteraannya, pemerintah cenderung lebih berpihak terhadap Pengusaha tambang tersebut. Lihat saja bangaima pemerintah dan pengusaha selalu menggunakan aparatur negara untuk melindungi diri dan usahanya. Pemerintah seharusnya punya power untuk menekan perusahaan (pengusaha) ketika perusahaan tersebut tidak bisa memberikan manfaat untuk rakyat sekitar tambang atau perusahaan. Pemerintah harus bisa meminta jaminan kepada pengusaha untuk mensejahterakan masyarakat sekitar. Kalau pengusaha tidak bisa melaksanakan itu Pemerintah harus meninjau kembali Ijin Usaha perusahaan tersebut.

Untuk kasus Kecamatan Sape Kabupaten Bima - NTB, hal yang sama terjadi. Penolakan masyarakat terhadap keberadaan SK IUP Bupati Bima no 188 mendapat penentangan dari masyarakat setempat, tentu ada alasan kenapa masyarakat menolak keberadaan tambang disitu, analogi sederhananya "tidak mungkin ada orang yang menolak sesuatu yang menguntungkan bagi mereka", ada deal-deal yang harus ditempuh Pemerintah Daerah (Bupati) seharusnya sebelum mengeluarkan SK IUP tersebut, pemerintah harus meminta jaminan pada pengusaha yang berhubungan dengan masyarakat sekitar tambang, lalu mendekati tokoh-tokoh masyarakat Sape untuk sosialisasi dan baru menjadi mediator bagi pengusaha dan masyarakat. Namun yang paling terpenting dari itu semua adalah sudah benarkan dilakukan analisa AMDAL disana?" setahu saya pernah sekitar beberapa tahun yang lalu (ketika Emil Salim yang merupakan salahsatu pendiri WALHI) menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup), dilakukan analisa AMDAL untuk membuka pertambangan disana namun hasilnya negatif, lalu sekarang Bupati mengeluarkan SK tersebut dan ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah benar sudah dilakukan analisa AMDAL yang "benar" sebelum memutuskan untuk mengeluarkan SK tersebut?".

Dan akhrinya, sikap penolakan masyarakat Sape disikapi langkah tegas dari Pemerintah Daerah, lewat aparat melakukan tindakan represif terhadap masa yang menduduki Pelabuhan Sape, yang mana berdasarkan kronologis yang dipaparkan oleh Koordinator Aksi bahwa sudah terjadi deal antara pengunjuk rasa dengan Polda bahwa besoknya akan dilakukan audiensi dengan Pemerintah daerah untuk membahas SK tersebut, namun hal yang tidak diduga-duga diambil oleh aparat kepolisian, mereka membubarkan paksa perserta demo dengan melakukan tindakan yang saya pikir sudah melewati batas-batas kemanusiaan, menembaki masyarakat yang tidak melakukan perlawanan. Seperti yang diberitakan sudah 4 Korban yang meninggal dunia dan puluhan korban luka-luka.

Di negeri ini memang sudah digariskan bahwa masyarakat akan selalu kalah ketika berhadapan dengan Penguasa atau pengusaha. padahal dalam undang-undang rakyat diberikan hak-hak untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan pembangunan (Partisipatory Development), sehingga akan meminimalisasi konflik yang terjadi di sekitar area pertambangan. Celakanya hukum adat (berkaitan dengan tanah) di negeri ini sudah "tidak berlaku lagi" dan ini merupakan celah buat pengusaha untuk masuk dan tinggal "mengurus" dengan pemerintah lokal maka haka atas tanah tersebut sudah jatuh di tangan, dan mengalahkan masyarakat yang sudah berpuluhan tahun yang ada disitu dari nenek moyangnya. Yahhhh, betapa tumpang tindihnya undang-undang Agraria di negeri ini...
Entah apalagi yang bisa dilakukan msayarakat saat seperti ini, Anggota Dewan yang merupakan "wakil" mereka sebagai pengontrol kebijakan pemerintah sepertinya juga sudah masuk kedalam lingkaran yang sama dengan pemerintah, lalu apalagi?" diamana lagi msayarakat harus menuntut hak-hak mereka?"

M. Taufiqurrahman
Share this article :

0 Komentar:

Posting Komentar

Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re

 
Support : Forum Dou Mbojo | Tofi Foto | Info Mbojo
Copyright © 2007. Mbojo Network, Berita dan Informasi Bima Dana Mbojo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Dominion Rockettheme
Proudly powered by Blogger